TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Pemprov DKI Resmi Naikkan Pajak Hiburan 40 Persen

Kenaikan PJBT ditentukan Pemda

Ilustrasi tempat karaoke di Bandar Lampung. (IDN Times/Rohmah Mustaurida)

Jakarta, IDN Times - Pemerintah DKI Jakarta resmi menaikkan pajak hiburan sebesar 40 persen pada tahun ini. Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Dalam Pasal 53 ayat (2) besaran pajak hanya berlaku untuk jasa hiburan tertentu yakni diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa.

"Khusus tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan sebesar 40 persen," tulis beleid tersebut, dikutip Rabu (16/1/2024).

1. ASTI menolak kenaikan pajak

ilustrasi spa (pexels.com/RDNE Stock project)

Asosiasi Spa Terapis Indonesia (ASTI) menolak kenaikan besaran pajak barang dan jasa tertentu (PJBT), untuk bisnis spa yang mencapai 40 persen. Selain itu, ASTI juga mempermasalahkan masuknya bisnis spa ke dalam jasa hiburan dan kesenian.

Menurut Ketua ASTI, Mohammad Asyhadi, banyak pelaku usaha spa mayoritas usaha kecil menengah (UKM) tutup ejak pandemik COVID-19. Dampaknya, banyak pekerja kehilangan mata pencaharian dan kini belum bisa kembali normal.

Di saat industri spa berusaha menata kembali usahanya, tiba-tiba dihadapkan pada munculnya aturan 40 persen pajak PBJT ini.

"Memasukkan usaha jasa pelayanan bisnis spa sebagai bagian dari jasa kesenian dan hiburan, sebagaimana yang tercantum dalam UU Nomor 1 Tahun 2022 adalah tidak tepat,” kata Asyhadi dalam pernyataan resminya, dikutip pada Kamis, 11 Januari 2024.

Baca Juga: Bahas Pajak Hiburan, Kemenkeu Bakal Ngobrol Bareng dengan Pelaku Usaha

2. Berpotensi matikan usaha

Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (kemenkeu) menargetkan penerimaan pajak pada 2024 sebesar Rp1.988,9 triliun. (dok. Kemenkeu)

Selain itu, munculnya aturan 40 persen pajak PBJT ini, menurut Asyhadi, berpotensi mematikan usaha spa di seluruh Indonesia. Hal itu lantaran harga jasa spa otomatis akan naik, sehingga akan mengurangi minat masyarakat melakukan terapi kesehatan tersebut.

Selain itu, Asyhadi menjelaskan, pelaku usaha spa akan semakin terbebani dengan pajak yang besar, karena selain pajak PBJT 40 persen, pelaku usaha juga tetap membayar pajak PPN sebesar 11 persen, pajak penghasilan badan (PPh) 25 persen, PPh pribadi selaku pengusaha sebesar 5 - 35 persen, tergantung Penghasilan Kena Pajak atau PKP.

“Penerapan aturan 40 persen pajak PBJT itu sangat berpotensi menggerus keberlangsungan usaha spa di Indonesia dimana spa merupakan jasa pelayanan di bidang perawatan dan kesehatan, bukan bidang hiburan atau bidang lainnya,” ujar Asyhadi.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya