Sustainabilitas JKN-KIS Bergantung pada Pengelolaan Kefarmasian
Perlu dioptimalkan
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times – Pengelolaan kefarmasian di era JKN-KIS harus dilakukan secara efektif dan efisien, sebab berdampak terhadap sustainabilitas Program JKN-KIS.
Hal tersebut diungkapkan oleh Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti dalam The 3rd Pharmacoeconomics and Outcomes Research Virtual Conference 2021 yang diselenggarakan oleh Malaysian Society for Pharmaeconomics and Outcome Research (MY-SPOR), Rabu (22/09).
1. Pencatatan data kefarmasian ke dalam sistem perlu dioptimalkan
Dalam acara yang dihadiri oleh berbagai pakar ternama dari World Health Organization (WHO), Taiwan, Afrika, dan Malaysia ini, Ghufron mengatakan bahwa upaya pencatatan data kefarmasian ke dalam sistem JKN-KIS masih perlu dioptimalkan.
Pasalnya, mekanisme pembayaran fasilitas kesehatan yang diadopsi JKN-KIS saat ini, yakni kapitasi, fee for service, dan INA CBG’s, belum mengakomodir pencatatan obat-obatan secara efektif.
“Ketika kita berbicara tentang pembiayaan farmasi dalam Program JKN-KIS, kita juga harus berbicara tentang sistem pembayaran provider yang berbeda di setiap level. Di tingkat primer, JKN-KIS mengadopsi dua sistem pembayaran, yakni kapitasi dan fee for service untuk beberapa layanan. Sementara di rumah sakit, JKN-KIS mengacu pada tarif INA CBG’s dan juga fee for service untuk beberapa layanan. Obat-obatan masuk dalam satu bundel pembayaran kapitasi dan INA CBG’s. Khusus untuk beberapa obat penyakit kronis, dibayarkan melalui mekanisme fee for service. Karakteristik sistem pembayaran fasilitas kesehatan yang beragam ini membuat BPJS Kesehatan belum memiliki catatan farmasi yang lengkap dan rinci untuk mengidentifikasi pemanfaatan dan pengeluaran dari sistem pembayaran kapitasi dan INA CBG’s. Kami hanya bisa melihat catatan data obat-obatan berdasarkan pembayaran fee for service di tingkat primer maupun rujukan,” terang Ghufron.