TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Rumah Padat Karya Surabaya Serap Ratusan Tenaga Kerja  

Ratusan Tenaga Kerja itu berasal dari Keluarga MBR

Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengecek rumah padat karya. (Dok. Pemkot Surabaya)

Surabaya, IDN Times - Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya terus memaksimalkan keberadaan lahan aset yang tersebar di 31 kecamatan untuk Rumah Padat Karya. Bahkan, lahan aset yang digunakan tersebut, sudah menyerap ratusan tenaga kerja dari Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di wilayah sekitar.

Dari mulai lahan kosong, Bekas Tanah Kas Desa (BTKD), tambak, hingga Taman Hutan Raya (Tahura), dikelola MBR dengan bermacam-macam klasifikasi bidang usaha. Ada pertanian, perikanan, peternakan, laundry, cuci motor, jahit, potong rambut, kafe hingga budidaya maggot.

Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengatakan, pola akhir dari program padat karya adalah untuk mengentas kemiskinan di Kota Pahlawan. Caranya yaitu dengan memanfaatkan lahan aset yang ada di setiap wilayah untuk membuka lapangan kerja sebagai sumber pendapatan warga.

"Jadi, padat karya itu adalah memancing. Bagaimana warga Surabaya dari MBR mau berusaha, mau bekerja. Dan ketika mereka bekerja, kita pastikan mendapatkan pendapatan yang layak Rp 2-3 juta per bulan," kata Wali Kota Eri Cahyadi.

Baca Juga: 3 Cabang Holywings Surabaya Tutup Sementara, Buntut Promosi SARA

1. Ini pentingnya keberadaan rumah padat karya

Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengecek rumah padat karya. (Dok. Pemkot Surabaya)

Menurut dia, bentuk klasifikasi usaha di rumah padat karya ini dapat disesuaikan dengan potensi yang ada di masing-masing wilayah. Misalnya, ketika ada lahan aset berupa tambak, maka itu dapat dikelola untuk bidang usaha perikanan. Demikian pula jika aset itu berupa lahan kosong, maka bisa dimanfaatkan untuk pertanian atau bidang lain.

"Pertama kita lihat apa yang bisa kita lakukan untuk aset itu. Kedua, MBR atau yang belum mendapat pekerjaan kita tawarkan apa yang mereka inginkan. Nah, kita sampaikan bisa tidak kalau model (usaha) seperti ini," katanya.

Akan tetapi, dia menegaskan, bahwa keberadaan rumah padat karya ini yang lebih penting adalah bagaimana dapat menjadi sumber pendapatan warga, khususnya dari keluarga MBR. Wali Kota Eri Cahyadi menargetkan, setiap warga yang terlibat di rumah padat karya dapat memperoleh pendapatan minimal Rp 2 juta per bulan. "Kalau sudah bisa berjalan, baru ditambah lagi. Nah, kita utamakan yang MBR dulu setelah itu baru kita bergerak ke yang lainnya," jelas dia.

Di sisi lain, wali kota yang lekat disapa Cak Eri ini juga meminta jajarannya untuk bisa membaca peluang ketika membuka rumah padat karya di masing-masing wilayah. Misalnya, ketika di suatu wilayah sudah ada jenis usaha laundry, maka di lokasi lainnya diusahakan tidak membuka usaha serupa. Kecuali peluang jenis usaha itu memang masih ada. “Jadi, kita juga harus pandai membaca market-nya, dan yang paling penting bagaimana warga ini bisa bergerak,” ujarnya.

Bagi dia, untuk membangun dan mensejahterakan warga Kota Surabaya tidak bisa menggunakan ego sektoral. Tapi, harus dengan kekuatan kebersamaan dan gotong-royong. Nah, ketika warga Surabaya bergotong-royong menggerakkan ekonomi kerakyatan, maka dia meyakini kota ini akan semakin maju dan makmur. "Semoga rumah padat karya ini dapat memberikan manfaat yang luar biasa kepada warga Surabaya," tuturnya.

2. Tenaga kerja yang terserap

Program Padat Karya. (Dok. Pemkot Surabaya)

Sekarang ini, rumah padat karya sudah terdata di sistem aplikasi pemkot, sebanyak 20 jenis usaha. Dari 20 jenis usaha tersebut, sebanyak 305 jiwa dari keluarga MBR telah terserap sebagai tenaga kerja. Akan tetapi, data tersebut masih bersifat dinamis, sebab Perangkat Daerah (PD) terkait di lingkup pemkot bersama dengan kecamatan masih terus melakukan entry data. Artinya, tenaga kerja yang sudah terserap melalui program padat karya ini jumlahnya dimungkinkan bisa mencapai lebih dari ratusan jiwa.

Sejumlah rumah padat karya yang telah terdata itu lokasinya tersebar di 31 kecamatan Surabaya. Di antaranya, berada di Tahura Jeruk, Kecamatan Lakarsantri Surabaya, yang digunakan untuk usaha ayam pedaging, budidaya ikan patin dan pertanian jagung. Lalu, di wilayah Kecamatan Jambangan, berupa pertanian jagung manis, pepaya, timun, kacang panjang serta peternakan ayam pedaging. Kemudian, di BTKD Jeruk, Kecamatan Lakarsantri, berupa pertanian padi dan peternakan ayam pedaging. Selain itu, di wilayah Kecamatan Wonocolo berupa kebun pertanian.

Selanjutnya, di BTKD Tambak Wedi, Kecamatan Kenjeran, berupa pertanian ketela pohon, kangkung, bayam, pisang kepok, terong, lombok dan jagung. Juga, budidaya peternakan dan perikanan berupa ikan lele, magot dan ayam. Tak hanya itu, rumah padat karya juga telah berdiri di BTKD Semolowaru, Kecamatan Sukolilo, berupa budidaya ikan lele dan nila. Serta, di BTKD Sumberrejo, Kecamatan Pakal berupa budidaya ikan bandeng.

Baca Juga: Sadis! Ibu Siksa Bayi Sendiri hingga Tewas di Surabaya

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya