TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Vaksin Berbayar, Politikus PDIP: Kimia Farma Jangan Main Ambil Untung

Kimia Farma diingatkan soal kasus antigen bekas

ilustrasi Vaksinasi COVID-19 (IDN Times/Herka Yanis).

Jakarta, IDN Times - Anggota Komisi VI DPR yang membidangi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Mufti Anam, mengingatkan PT Kimia Farma agar tidak mempermainkan pengadaan vaksin COVID-19 berbayar untuk individu. Apalagi sebelumnya sempat ramai kasus alat tes antigen bekas yang dilakukan oknum perusahaan pelat merah itu.

"Jangan sampai ada lagi pihak Kimia Farma yang bermain-main mengambil keuntungan dalam penyediaan vaksin individu ini,” ujarnya seperti dikutip dari ANTARA, Minggu (11/7/2021).

Mufti juga meminta agar ada standar etik pelayanan yang tidak melukai rasa keadilan di masyarakat. Khusus untuk vaksinasi Gotong Royong, dia mengingatkan Kimia Farma agar tidak melakukan layanan di rumah konsumen.

Baca Juga: Kimia Farma Layani Vaksinasi COVID-19 Berbayar Mulai 12 Juli

1. BUMN Farmasi diminta mengatur fokus penanganan COVID-19 dengan baik

IDN Times/Imam Rosidin

Politikus PDI Perjuangan ini mengingatkan agar BUMN Farmasi mampu menata fokus dengan baik. Sebab, mereka harus menunaikan tugas percepatan produksi dan distribusi vaksin program (vaksin gratis) serta obat-obatan terapi COVID-19.

Sebab, menurutnya, program vaksin individu diperkirakan bakal banyak peminatnya. Hal itu tentu akan berdampak positif bagi arus kas BUMN Farmasi.

Dengan kuota awal di delapan gerai Kimia Farma dan asumsi biaya sesuai ketentuan maksimal, kata Mufti, maka ada uang masuk sekitar Rp747 juta per hari. Belum lagi nanti kalau jaringan penyedia vaksin berbayar ini ditambah.

"Tentu itu cukup menggiurkan, namun saya minta jangan gara-gara vaksin individu ini, kemudian BUMN farmasi berkurang fokusnya untuk menyediakan vaksin program yang gratis dan obat-obatan terapi yang sangat dibutuhkan rakyat,” kata dia.

“Bio Farma produksi vaksin gratis. Kimia Farma memproduksi sebagian obat terapi dan distribusi obat terapi Covid-19 dari produsen lain, antara lain ivermectin, oseltamivir, remdesivir, favipirafir yang semuanya butuh fokus dan ketangkasan untuk segera terdistribusi dengan baik ke masyarakat dan merata," tambah Mufti.

2. Vaksin COVID-19 berbayar individu dinilai bertentangan dengan keputusan Presiden Jokowi

Presiden Jokowi pimpin rapat terbatas di Istana Merdeka pada Senin (19/10/2020) (Dok. Biro Pers Kepresidenan)

Sementara, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Nihayatul Wafiroh mempertanyakan jual beli atau komersialisasi vaksin COVID-19 berbayar individu oleh PT Kimia Farma. Program vaksinasi berbayar itu dinilai bertentangan dengan keputusan Presiden Joko "Jokowi" Widodo. 

"Tentu (vaksin COVID-19 berbayar individu) ini menyalahi kesepakatan rapat dengan Komisi IX dan menyalahi keputusan Presiden bahwa vaksin gratis untuk seluruh rakyat Indonesia," kata dia kepada IDN Times.

Legislator dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini menjelaskan, pihaknya secara informal di Komisi IX sudah berkoordinasi dengan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dan jajarannya soal isu ini. Namun Kementerian Kesehatan belum memberi respons. 

"Tentu nantinya secara resmi Komisi IX akan meminta penjelasan dari Menkes," kata dia.

Baca Juga: Tiga Cara Pendaftaran Vaksinasi Gotong Royong Berbayar

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya