TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Biografi Achmad Soebardjo, Penengah Konflik di Detik-detik Kemerdekaan

Soebardjo menengahi kaum muda dan kaum tua

Ahmad Soebardjo (Website/kepustakaan-presiden.pnri.go.id)

Jakarta, IDN Times - Sebelum proklamasi kemerdekaan RI terwujud, sempat terjadi ketegangan kala Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu dan meninggalkan Indonesia dalam status quo. Kabar ini membuat para golongan muda mendesak agar proklamasi digelar secepat-cepatnya demi memanfaatkan kesempatan emas. Namun, golongan tua menentang tindakan ini dan memilih agar tidak gegabah dan berakibat fatal.

Ketegangan antardua golongan itu tidak terhindari dalam proses perjuangan kemerdekaan. Proses penculikan tokoh penting, Sukarno dan Moh Hatta pun terjadi dan suasana semakin memanas. Pihak golongan muda terus mendesak sedangkan golongan tua berkukuh menunggu kepastian.

Di tengah ketegangan itulah, Achmad Soebardjo yang menjadi penengah. Dia lalu memberi saran untuk segera menjemput dua tokoh penting yakni Sukarno dan Moh Hatta terlebih dahulu agar proklamasi bisa dilaksanakan. Dia bahkan menjadikan nyawanya sebagai jaminan kepada golongan yang mendesak, bilamana proklamasi gagal dilaksanakan pada 17 Agustus 1945.

Seperti apa biografi Achmad Soebardjo, sang menteri luar negeri pertama Indonesia? Berikut IDN Times telah menghimpun dari berbagai sumber:

Baca Juga: Biografi Laksamana Maeda, Perwira Jepang yang Berjasa untuk Indonesia

1. Anak seorang bangsawan yang berintelektual tinggi

Ahmad Soebardjo (Website/kebudayaan.kemdikbud.go.id)

Achmad Soebardjo lahir di Teluk Jambe pada 23 Maret 1896 dari pasangan Wardinah dan Teuku Muhammad Yusuf yang merupakan keturunan bangsawan Aceh. Kakek dari pihak sang ayah adalah seorang Ulee Balang (kepala pemerintahan) dan ulama di Aceh. Awalnya orangtuanya ingin memberi dia nama Teuku Abdul Manaf sesuai dengan keinginan sang ayah, namun ibunya memberi nama Achmad Soebardjo.

Soebardjo adalah seorang intelektual sejak masa remajanya. Hal ini dibuktikan kemampuannya memasuki Hogere Burger School di Jakarta yang merupakan sekolah untuk orang Belanda, Eropa dan kalangan pribumi elite yang hanya orang-orang tertentu. Setelah menyelesaikan pendidikannya beliau kembali menuntut ilmu di Universitas Leiden dan mendapat gelar Meester in de Rechten di bidang perundang-undangan.

2. Achmad Soebardjo aktif memperjuangkan kemerdekaan sejak masih berkuliah

Ahmad Soebardjo (Website/indonesia.leidenscience.com)

Selama mengenyam pendidikannya di negeri orang, Achmad Soebardjo bergabung dalam organisasi Indische Vereniging dan mulai aktif menyuarakan pendapat serta perjuangannya untuk kemerdekaan. Dia bersama para tokoh intelektual lain seperti Raden Panji Sosrokartono, Raden Mas Notosuroto, dan Husein Djajadiningrat terus mempertahankan organisasi hingga berkembang melalui generasi kedua dan ketiga.

Di generasi ketiga ini muncul tokoh lain seperti Mohammad Hatta, Muhammad Nazif, Darmawan Mangoen Koesoema, Iwa Kusuma, dan Soemantri, membuat organisasi yang telah berubah menjadi nama Perhimpunan Indonesia itu berkembang pesat. Arah perjuangannya menjadi jelas dan terarah. Achmad Soebardjo sempat dipilih untuk kembali menjadi ketua PI, namun ia memberi kesempatan untuk Moh Hatta memimpin.

Baca Juga: Biografi Soekarno, Singa Podium Kebanggaan Indonesia

3. Sikap bijaksana yang dimiliki Achmad Soebardjo dalam perjuangan kemerdekaan

Ahmad Soebardjo (Website/kepustakaan-presiden.pnri.go.id)

Setelah berkecimpung di luar negeri untuk menamatkan pendidikannya dan berjuang memperoleh pengakuan di kancah Internasional, Achmad Soebardjo kembali ke Indonesia pada 1934. Sepulangnya ke Tanah Air, dia sempat membuka kantor pengacara di Malang dan menekuni profesi tersebut di Bandung. Dia juga menulis di surat kabar dan radio. 

Kala itu, perjuangan kemerdekaan Indonesia sedang surut akibat perbedaan pendapat para tokoh nasional. Dengan hati-hati, Achmad Soebardjo mendekati Soekarno yang kala itu memiliki perbedaan kuat dengan Moh Hatta. Namun, kendala kembali menghampiri ketika pemerintah Hindia-Belanda mencurigainya sebagai orang komunis.

Perjuangan Achmad Soebardjo kembali dimulai ketika pemerintah Hindia-Belanda menyerah tanpa syarat pada 1942 dan kedatangan Jepang yang menjadi angin segar bagi Indonesia. Dari sana, mulai terjalin hubungan-hubungan dan janji kemerdekaan pun semakin pasti. Hubungan Achmad Soebardjo dengan petinggi Jepang, Laksamana Maeda menjadi salah satu jalan yang melancarkan perumusan rancangan kemerdekaan untuk NKRI.

Baca Juga: Biografi Sayuti Melik, Tokoh di Balik Teks Proklamasi

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya