Kejagung: RKUHP Diharap Bisa Kurangi Kepadatan Lapas
KUHP peninggalan Belanda kaku dan tidak berkeadilan
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum), Fadil Zumhana mengatakan, Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia (KUHP) telah final disusun sebagai pengganti dari Wetboek van Strafrecht peninggalan Belanda sejak tahun 1918 yang ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946.
Fadil berharap, RKUHP ini dapat mengurangi kepadatan tahanan di dalam lembaga pembinaan masyarakat (Lapas). Sebagaimana di RKUHP telah diatur kewenangan hakim untuk menjatuhkan putusan pengampunan (judicial pardon), dan sebagaimana diatur dalam Pasal 52 ayat (2), serta adanya alternatif pemidanaan selain penjara, yaitu pidana pengawasan, kerja sosial, dan denda yang lebih diutamakan dibandingkan dengan penjara.
“RKUHP ini diharapkan juga dapat mengurangi masalah kepadatan Lembaga Masyarakat (overcrowding) karena dalam RKUHP,” ujar Fadil dalam Dialog Publik Sosialisasi Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) secara virtual pada Selasa (27/9/2022).
Baca Juga: RKUHP Disahkan Akhir Tahun, 12 Pasal Kontroversial Belum Dihapus
1. KUHP bertentangan dengan nilai-nilai keadilan
Fadil menjelaskan, KUHP peninggalan Belanda telah dipergunakan oleh Indonesia dalam penegakan hukum sebagai pengisi kekosongan hukum pidana materil, sekalipun Pemerintah secara resmi belum pernah menetapkan terjemahan resmi dari KUHP tersebut.
“Sehingga seringkali ditemukan adanya ketidakeseragaman istilah yang dipergunakan para penegak hukum, khususnya pada saat dilakukan pembahasan unsur-unsur tindak pidana dalam rangka pembuktian,” ujar Fadil.
Ia mengatakan, KUHP peninggalan Belanda ini hanya menitikberatkan pada penerapan asas legalitas secara kaku yang memiliki kecederungan punitive yaitu menghukum pelaku tanpa memberikan alternatif lain bagi pelaku kejahatan, sehingga tidak sesuai lagi dengan perkembangan tujuan penegakan hukum saat ini yang lebih menitikberatkan untuk mewujudkan keadilan yang bersifat Korektif-Rehabilitatif-Restoratif.
Sehingga menurutnya, KUHP bertentangan dengan nilai-nilai keadilan bangsa Indonesia yang lebih menitik beratkan pada pemulihan kedamaian dan harmoni dalam masyarakat untum menjaga keseimbangan kosmis.