Komisi X: Masalah Uang Kuliah Saat Pandemik Harus Dibicarakan Bersama
Pemerintah harus ajak bicara mahasiswa dan kampus
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Hetifah Sjaifudian mengatakan, pihaknya terus berkoordinasi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam menangani masalah Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Salah satu isu yang dibahas adalah masalah Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) saat pelajar atau mahasiswa belajar dari rumah.
Hetifah mengatakan SPP atau uang kuliah memang membebani orang tua murid di sisi ekonomi, namun tak dipungkiri sekolah juga membutuhkan dana untuk membayar guru dan tenaga pendidik lainnya.
"Di sisi lain kita juga lihat kalau sekolah, apalagi sekolah swasta, gurunya kan juga harus dibayar," kata dia dalam program Ngobrol Seru spesial HUT ke-6 IDN Times, Selasa (9/6).
Hetifah berharap ada momen di mana, DPR, mahasiswa dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bisa duduk bersama membahas masalah ini.
"Makanya DPR juga harus bisa diajak bicara dan mahasiswa juga. Kami mudah-mudahan dalam waktu dekat, kami bisa membahas ini dengan mas Menteri (Mendikbud)," ujar dia.
Baca Juga: Imbas COVID, Mahasiswa Unnes Diperbolehkan Menyicil UKT Selama 3 Kali
1. Solusi dua sisi bagi orang tua dan instansi pendidikan
Maka itu, Hetifah menyarankan solusi dua sisi, baik untuk pelajar maupun instansi pendidikan. Salah satunya seperti pemberian intensif bagi perguruan tinggi swasta, dengan mengurangi atau menghilangkan pajak intensif selama masa pandemik COVID-19.
Menurut Hetifah, PJJ tidak berarti sekolah atau kampus libur dan tidak digunakan secara total, sehingga tidak membutuhkan biaya operasional.
Dia menjelaskan instansi pendidikan harus memberi upah pada guru yang tetap bertugas. Apalagi, tak semua lapisan tenaga pengajar bisa leluasa mengajar dari rumah, karena ada banyak kendala yang menghambat keberlangsungan PJJ.
"Belajar itu sebenarnya tetap berlanjut, bahkan di banyak daerah banyak guru kunjung, karena orang tua tidak memiliki handphone atau pun tidak bisa dikontak. Itu gurunya mendatangi rumah untuk memastikan well-being atau kesejahteraan anak-anak, jadi guru itu lebih berat," kata Hetifah.
Baca Juga: Kisah Mahasiswa di Semarang Alami Kendala Skripsi dan Masalah Keuangan