TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

KontraS: RPP TNI-Polri Duduki Jabatan ASN Bisa Hidupkan Dwifungsi ABRI

TNI-Polri punya mekanisme penegakan kode etik berbeda 

Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menilai pemberian ruang kepada anggota TNI-Polri aktif untuk menempati posisi dalam jabatan ASN merupakan langkah yang berpotensi menghidupkan kembali konsep Dwifungsi ABRI (Dok. KontraS)

Jakarta, IDN Times - Koordinator KontraS Dimas Bagus Arya menilai, upaya pemerintah menyusun dan mengesahkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN), menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat sipil.

Sebagaimana diketahui, RPP ini merupakan turunan dari UU No. 20 Tahun 2023 Tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN)

“Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menganggap diberinya ruang kepada TNI-Polri aktif untuk menempati posisi dalam jabatan ASN dianggap sebagai langkah yang dapat menghidupkan kembali konsep Dwifungsi ABRI ala Orde Baru dan mengembalikan peranan angkatan bersenjata dalam kehidupan sipil masyarakat,” kata Dimas dalam keterangannya, Sabtu (23/3/2024).

Selain itu, menurutnya hal ini dianggap dapat mengurangi profesionalitas kedua lembaga tersebut. Padahal, seharusnya mereka fokus pada tugas pertahanan negara dan keamanan masyarakat.

Penempatan TNI-Polri sebagai ASN juga, lanjut Dimas, bisa memperburuk situasi yang sudah kompleks, terutama terkait dengan masih lekatnya kultur kekerasan pada institusi pertahanan dan keamanan. Hal itu dianggap semakin menyiratkan terdapat inferioritas sipil dari militer dalam pengelolaan pemerintahan di Indonesia.

1. TNI-Polri punya mekanisme penegakan kode etik berbeda dengan ASN

Ilustrasi hukum (IDN Times/Arief Rahmat)

Revisi UU ASN yang memperbolehkan hal ini dianggap sebagai langkah mundur dalam reformasi sektor keamanan. Lalu, dapat memperkuat campur tangan militer dalam urusan sipil dan politik.

Dimas menyatakan, langkah ini juga dapat menimbulkan kekaburan hukum dan gangguan pada skema pembangunan tata kelola pemerintahan demokratis. Menurutnya, baik TNI maupun Polri memiliki mekanisme penegakan kode etik yang berbeda dengan ASN dari kalangan sipil.

“Pada sisi lain yurisdiksi penegakan hukum TNI juga secara khusus diatur oleh Peradilan militer, sehingga jika anggota TNI yang ditempatkan dalam jabatan ASN melakukan tindak pidana jabatan akan timbul kekacauan dalam upaya penegakan hukum yang dilakukan,” ujarnya.

Baca Juga: Wapres: RPP TNI-Polri Duduki Jabatan ASN Tak Munculkan Dwifungsi ABRI

2. Dianggap salah penanganan perwira tinggi non-job

Konferensi Pers Peluncuran Laporan Investigasi: Mengungkap Tabir Kasus Dugaan Penyiksaan Terhadap Tahanan Polresta Banyumas Alm Oki Kristodiawan di kantor KontraS, Selasa (19/9/2023). (IDN Times/Lia Hutasoi

Langkah ini juga dianggap sebagai langkah keliru pemerintah dalam menangani masalah perwira tinggi non-job, dengan potensi menggunakan UU ASN dan RPP sebagai cara menyederhanakan penempatan mereka tanpa menyelesaikan masalah mendasarnya. 

Integrasi sipil-militer juga dinilainya, dapat melanggar prinsip kedaulatan sipil dan mengganggu pembentukan kebijakan publik. Tatanan politik dalam demokrasi, menempatkan militer tanpa memiliki jangkauan peran dalam politik. 

“Pembagian kewenangan antara sipil dan militer tidak boleh dilanggar, karena apabila sipil masuk ke dalam ranah manajemen internal TNI akan terjadi politisasi militer. Sebaliknya, apabila militer merambah memasuki wilayah otoritas sipil akan mengakibatkan campur tangan militer dalam urusan politik,” kata Dimas.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya