TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Polri Bantah Survei Indikator yang Sebut Polisi Makin Semena-Mena

Sebut selama ini bergerak berdasarkan konstruksi hukum

Foto ilustrasi. Seorang anggota Brimob Polda Jabar mengikuti pengamanan aksi blokir Jalan Nasional oleh buruh dalam rangka menolak UU Cipta Kerja di Cileunyi, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Selasa (20/10/2020) (ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi)

Jakarta, IDN Times - Hasil survei Indikator Politik Indonesia menyebutkan bahwa  mayoritas publik merasa setuju atau sangat setuju pada tindakan aparat yang dirasa semena-mena. 

Melansir dari situs resmi Indikator, pengambilan data dilakukan pada 24-30 September 2020 dengan melibatkan 1.200 responden secara acak. Hasilnya menunjukkan bahwa 19,8 persen responden memilih sangat setuju, 37,9 persen agak setuju, 31,8 persen tidak setuju ketika ditanya pendapat tentang aparat yang semakin semena-mena. Selain itu 4,7 persen tidak setuju sama sekali, dan 5,8 persen tidak tahu.

Menanggapi hal tersebut Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Awi Setiyono mengatakan bahwa Polri selama ini bergerak berdasarkan konstruksi hukum.

“Polri selama ini bergerak terkait dengan penangkapan atau penindakan, semua berdasarkan laporan polisi model A atau model B. Tentunya kami proses berdasarkan konstruksi hukum,” ujar dia di Mabes Polri, Senin (26/10/2020).

Baca Juga: Pengakuan Relawan Ambulans Dianiaya Aparat, Dipaksa Mengaku Bawa Batu

1. Mengklaim tidak semena-mena pada perbedaan pendapat

Polisi menembakkan gas air mata untuk membubarkan pengunjuk rasa yang menolah pengesahan Omnibus Law RUU Cipta Kerja di kawasan Harmoni, Jakarta, Kamis (8/10/2020). Demonstrasi tersebut berakhir ricuh (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)

Awi menjelaskan jika seseorang dijerat tindak pidana, maka sudah ada peristiwa serta unsur pelanggaran dalam kasusnya. Dia mengatakan jika masyarakat tidak puas pada tindakan polisi, jalannya adalah melakukan praperadilan.

“Kami tidak semena-mena terhadap yang berbeda pendapat. Tentu semua unsurnya ada di undang-undang,” ujarnya.

2. Polri diajarkan HAM selama pendidikan

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Mabes Polri, Brigjen Pol. Awi Setiyono (Dok. Humas Polri)

Awi mengklaim bahwa dalam pendidikan, anggota Polri juga diajarkan tentang hak asasi manusia. Pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Polri kata dia sangat tipis batasnya.

Bila ada terduga pelaku yang melawan, polisi bakal melakukan upaya secara terukur.

“Namun jika yang bersangkutan (terduga pelaku) sudah dipiting, diborgol, itu batasnya. Sudah tidak boleh lagi ada pemukulan,” ujar dia.

Jika dalam proses hukum terdapat pemukulan, Awi menegaskan bahwa itu adalah pelanggaran. Dia mengatakan bahwa polisi akan menindak personel yang melanggar hukum.

3. Warga semakin takut suarakan pendapat

IDN Times/Debbie Sutrisno

Survei ini juga turut menunjukkan meningkatnya ancaman terhadap kebebasan sipil. Hasilnya mayoritas publik cenderung setuju atau sangat setuju bahwa saat ini warga semakin takut untuk menyuarakan pendapat, yakni dengan persentase 79.6 persen.

Sebanyak 73,8 persen responden juga merasa makin sulit berdemonstrasi atau melakukan protes, dan 57,7 persen merasa aparat makin semena-mena menangkap warga yang berbeda pandangan politiknya dengan penguasa.

Baca Juga: KSPI Ancam Gelar Demo Besar Jika Jokowi Teken UU Cipta Kerja

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya