TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

RUU KIA Lolos Pembahasan, Ibu Melahirkan Cuti Paling Singkat 3 Bulan

DPR setujui RUU KIA pada Pembahasan Tingkat Pertama

RUU KIA Resmi diterima oleh DPR RI pada pembahasan tingkat 1 DPR RI (dok. KemenPPPA)

Jakarta, IDN Times - Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan, resmi disetujui pada Pembahasan Tingkat I oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Selanjutnya RUU ini dibahas di tingkat II.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) Bintang Puspayoga mengatakan, RUU tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan merumuskan cuti bagi ibu pekerja yang melahirkan, yaitu paling singkat tiga bulan pertama dan paling lama tiga bulan berikutnya apabila terdapat kondisi khusus yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter. 

“Setiap ibu bekerja yang melaksanakan hak atas cuti melahirkan tidak dapat diberhentikan dari pekerjaannya, dan berhak mendapatkan upah secara penuh untuk 3 (tiga) bulan pertama dan bulan keempat, serta 75 persen dari upah untuk bulan kelima dan keenam,” kata Bintang dalam keterangannya, Selasa (26/3/2024).

Baca Juga: RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak Masuk Pembahasan Tahap 1 DPR

1. Suami akan dapat cuti dan bisa dampingi istri

RUU KIA Resmi diterima oleh DPR RI pada pembahasan tingkat 1 DPR RI (dok. KemenPPPA)

Sementara, suami yang mendampingi persalinan istrinya diberikan cuti selama dua hari dan paling lama tiga hari berikutnya, atau sesuai dengan kesepakatan. 

Selain itu, suami yang mendampingi istrinya yang keguguran juga berhak mendapatkan cuti selama sehari. Hal ini disebut memberikan jaminan perlindungan bagi seorang ibu yang juga seorang pekerja.

2. Berikan perhatian pada ibu tunggal hingga ibu dengan HIV/AIDS

Inin Nastain IDN Times Jabar/ ibu hamil dapat makan siang gratis

Bintang menjelaskan, RUU ini memberi perhatian pada hak ibu dengan kerentanan khusus, antara lain ibu berhadapan dengan hukum, ibu di lembaga pemasyarakatan, ibu di penampungan, ibu dalam situasi bencana, ibu dalam situasi konflik, dan ibu tunggal.

Selain itu, RUU ini juga membahas hak ibu korban kekerasan, ibu dengan HIV/AIDS, ibu yang tinggal di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar, dan atau ibu dengan gangguan jiwa.

 “Pada uraian tentang kewajiban, dan untuk menghindari domestikasi peran dan tanggung jawab pengasuhan pada satu pihak saja, selain ibu juga ditambahkan dengan peran ayah dan keluarga agar memuat upaya membangun kesejahteraan ibu dan anak pada tingkatan terkecil menjadi tanggung jawab bersama sejak awal, demi kepentingan terbaik bagi ibu dan anak, dengan dukungan keluarga dan lingkungan,” katanya.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya