TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Musim Kemarau Tapi Tetap Hujan, Ini Penjelasan BMKG

Hujan di musim kemarau karena fenomena atmosfer

Ilustrasi banjir. (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)

Jakarta, IDN Times — Sebagian wilayah Jakarta dilanda banjir pada Sabtu (16/7/2022). Hal ini disebut-sebut karena terjadi hujan intensitas sedang-lebat yang melanda kawasan Ibu Kota.

Kondisi tersebut menimbulkan pertanyaan karena sebenarnya di bulan Juli-Agustus ini, sebagian besar wilayah Indonesia memasuki musim kemarau, termasuk DKI Jakarta.

Kenapa hujan terjadi di musim kemarau? Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menjelaskan beberapa hal terkait fenomena ini.

Baca Juga: BMKG Pastikan Hari ini Tak Ada Potensi Waspada Banjir di Sekitar Jabar

1. BMKG memperkirakan hujan seminggu ke depan

Ilustrasi hujan. (ANTARA FOTO/Nova Wahyudi)

Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, mengatakan berdasarkan prediksinya curah hujan dengan intensitas ringan hingga lebat masih berpotensi mengguyur sebagian besar wilayah Indonesia selama sepekan kedepan.

Hal ini disebabkan oleh masih aktifnya beberapa fenomena dinamika atmosfer skala global-regional yang cukup signifikan. Diantaranya, yaitu fenomena La Nina yang pada bulan Juli ini diidentifikasi masih cukup aktif dengan kategori lemah.

"Kondisi tersebut masih turut berpengaruh terhadap penyediaan uap air secara umum di atmosfer Indonesia," kata Guswanto dalam keterangan tertulis.

Baca Juga: Catat! Ini Daftar 18 Kecamatan di Jakarta yang Rawan Banjir 

2. Fenomena Dipole Mode

Ilustrasi hujan (IDN Times/Hana Adi Perdana)

Selain La Nina, kata Guswanto, fenomena Dipole Mode di wilayah Samudra Hindia saat ini juga menunjukkan indeks yang cukup berpengaruh dalam memicu peningkatan curah hujan terutama di wilayah Indonesia bagian barat.

Sementara itu, lanjut Guswanto, dalam skala regional, terdapat beberapa fenomena gelombang atmosfer yang aktif meningkatkan aktivitas konvektif dan pembentukan awan hujan, yaitu;  MJO (Madden Jullian Oscillation), gelombang Kelvin, dan gelombang Rossby yang terjadi pada periode yang sama.

"Adanya pola belokan angin dan daerah pertemuan serta perlambatan kecepatan angin (konvergensi) di sekitar Sumatera bagian selatan dan di Jawa bagian barat juga mampu meningkatkan potensi pembentukan awan hujan di wilayah tersebut didukung dengan anomali suhu muka laut positif yang dapat meningkatkan potensi uap air di atmosfer," paparnya.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya