TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

PSI Demo Tolak Proporsional Tertutup di MK, Bawa Boneka Kucing-Karung

PSI tolak sistem proporsional tertutup

Aksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menolak pemilu proporsional tertutup di depan Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (8/3/2023). (IDN Times/Melani Putri)

Jakarta, IDN Times - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menggelar aksi unjuk rasa untuk menolak sistem pemilu proporsional tertutup di depan gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu (8/3/2023).

Ketua DPP PSI, Furqan AMC, megatakan pihaknya menolak sistem tersebut karena para elite politik menutup sistem demokrasi yang seharusnya terbuka untuk rakyat.

"Kami tidak menginginkan sebenarnya sistem politik atau sistem pemilu dikembalikan kepada proporsional tertutup," kata Furqan, Rabu (8/3/2023).

Baca Juga: 8 Parpol Kompak Tolak Pemilu Proporsional Tertutup, Demi Demokrasi?

Baca Juga: SBY Pertanyakan Urgensi Sistem Pemilu Tertutup 

1. PSI bawa karung dan boneka kucing

Aksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menolak pemilu proporsional tertutup di depan Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (8/3/2023). (IDN Times/Melani Putri)

Aksi massa PSI itu dilakukan secara simbolik dengan membawa karung dan boneka kucing. Furqan menjelaskan boneka kucing tersebut menyimbolkan boneka-boneka palsu yang akan duduk sebagai pemimpin.

"Jangan paksa rakyat memilih kucing dalam karung. Kami bawa boneka kucingnya sebagai petani, jika proporsional tertutup dipaksakan itu pada akhirnya rakyat hanya akan disuguhi boneka-boneka palsu, boneka-boneka yang tentunya akan menjadi ruang yang menguntungkan elite politik," kata Furqan.

Baca Juga: [WANSUS] Pemilu Proporsional Tertutup Menghilangkan Kedaulatan Rakyat

2. Calon legislator tak akan dikenal rakyat

Gedung DPR RI (IDN Times/Kevin Handoko)

Selain itu, Furqan menilai, sistem proporsional tertutup membuat rakyat tidak punya ruang untuk mengoreksi calon wakil pemimpin daerah atau legislatif. Rakyat juga nantinya tidak bisa terlibat aktif mengakses latarbelakang, profil, hingga visi misi para calon pemimpin daerah dengan sistem proporsional tertutup. 

"Rakyat kemudian tidak punya ruang untuk bisa mengkoreksi kalau dengan pemilu sistem terbuka, yang terbuka rakyat bisa terlibat aktif mengakses calonnya, dan juga mengkoreksi siapapun calonnya tapi kalau tertutup pada akhirnya rakyat dibatas," ujarnya.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya