Guru Besar UIN: Barus Kurang Layak Jadi Titik Nol Peradaban Islam
Secara akademis dan sejarah, Aceh lebih terbukti
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Banda Aceh, IDN Times - Polemik mengenai pusat peradaban Islam tertua di Asia Tenggara kembali menjadi pembahasan para akademisi mau pun sejarawan dalam seminar yang berlangsung di Gedung Pasca-Sarjana UIN Ar-Raniry, Banda Aceh, Senin (17 /2).
Salah satunya dari Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah, Azyumardi Azra. Ia kurang sepakat bila Barus ditunjuk menjadi pusat peradaban Islam.
Seperti yang diketahui, pada Maret 2017 lalu, Presiden Joko Widodo, telah menetapkan wilayah Barus, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, sebagai Titik Nol Pusat Peradaban Islam Nusantara. Bahkan, untuk mendukung pernyataan itu, sebuah tugu juga didirikan di daerah tersebut.
Tak hanya, guru besar UIN Syarif Hidayatullah saja menjadi pemateri, dalam seminar yang mengusung tema "Aceh pusat peradaban Islam terawal di Asia Tenggara" itu juga diisi oleh Arkeolog Independen dan Peneliti Situs-Situs Sejarah di Sumatra, E Edwards McKinnon, dan Guru Besar UIN Ar Raniry, Misri A Muchlisin.
Seminar ini merupakan rangkaian kegiatan Kenduri Kebangsaan 2020 yang akan berlangsung pada 22 Februari mendatang di Kabupaten Bireuen, Aceh.
Kabarnya, acara tersebut akan dihadiri Presiden Joko Widodo dan sejumlah menteri kabinetnya.
Baca Juga: Termasuk Sekolah, Ini yang Dibutuhkan Korban Banjir Bandang Barus
1. Penunjukan Barus dinilai terlalu politis
Azyumardi menyampaikan, penunjukan Barus titik nol pusat beradaban Islam adalah pernyataan politis, bukan pernyataan secara akademik.
"Seperti yang saya katakan, sejarah itu ditulis atau diteliti untuk beberapa kepentingan, salah satunya kepentingan politis," kata Azyumardi.
Baca Juga: Sejarawan Temukan Alquran Kuno Milik Ulama Barus Tapanuli Tengah