TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Istana Kembali Tegaskan Sikap soal Wacana Jabatan Presiden 3 Periode

Jokowi diklaim setia dengan UUD 1945

Presiden Joko Widodo memimpin rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (26/2/2020) (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

Jakarta, IDN Times - Banyak pihak yang menilai isu amandemen UUD 1945 melebar hingga ke isu perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode. Juru bicara Presiden Joko "Jokowi" Widodo, Fadjroel Rachman, menyebut Jokowi menolak wacana masa jabatan tiga periode.

"Berdasarkan pernyataan Presiden Joko Widodo pada 15 Maret 2021, 'saya tidak ada niat, tidak ada juga berminat menjadi presiden tiga periode. Konstitusi mengamanahkan dua periode, itu yang harus kita jaga bersama'," ujar Fadjroel dalam keterangannya, Sabtu (11/9/2021).

Baca Juga: Jokowi: Relawan Jokowi Itu Seksi, Bisa Antar Saya Presiden 2 Periode

1. Sikap politik Jokowi, setia dengan UUD 1945

Juru Bicara Presiden, Fadjroel Rachman. (IDN Times/Teatrika Handiko Putri)

Fadjroel mengatakan sikap politik Jokowi adalah menolak wacana presiden tiga periode maupun memperpanjang masa jabatan presiden. Jokowi, katanya, setia dengan UUD 1945 dan amanah reformasi 1998.

Dia lalu menyampaikan masa jabatan presiden dan wakil presiden adalah 10 tahun. Hal ini sesuai Pasal 7 UUD 1945.

"Dan sikap politik Presiden Joko Widodo berdasarkan kesetiaan beliau kepada konstitusi Undang-Undang Dasar 1945, dan amanat reformasi 1998. Pasal 7 Undang-Undang Dasar 1945, amandemen pertama merupakan masterpiece dari gerakan demokrasi dan reformasi 1998 yang harus kita jaga bersama," ucapnya.

Baca Juga: Pakar Hukum Tata Negara Kritisi 4 Hal soal Amandemen UUD 1945

2. Amandemen UUD 1945 dinilai mudah dilakukan 'yang berkuasa'

IDN Times/Marisa Safitri

Sebelumnya, isu perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode berjalan beriringan dengan wacana amandemen UUD 1945 yang akan dilakukan MPR RI. Komisioner KPU masa jabatan 2012-2017, Hadar Nafis Gumay, mengatakan bila ingin mengubah masa jabatan presiden, maka harus melalui jalan amandemen UUD 1945.

"Saya kira baca di MPR juga persyaratannya untuk melakukan amandemen ini sangat mudah dilakukan oleh partai politik atau pemerintahan yang berkuasa," ujar Hadar dalam acara webinar Forum Pemred, Selasa (7/9/2021).

Hadar mengatakan amandemen UUD 1945 buat MPR hanya untuk mengubah pokok-pokok haluan negara (PPHN). Hal itu dilakukan karena saat ini pemerintah sulit menjalankannya karena tidak ada pedoman yang jelas.

Namun, ada pihak-pihak yang dinilai juga ingin mengubahn sistem pemilihan presiden. Hal itu terlihat dari penundaan pembahasan mengenai aturan teknis Pemilu 2024.

"Itu agak membingungkan, kalau menganggap pemilu kita harus dibenahi, maka harus segera ditetapkan," ucapnya.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya