TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Akan Dilaporkan ke PBB Oleh Fredrich Yunadi, Ini Tanggapan KPK

Jaksa KPK memilih untuk gak menanggapi

ANTARA FOTO/Reno Esnir

Jakarta, IDN Times - Terdakwa kasus upaya perintangan penyidikan Setya Novanto, Fredrich Yunadi, mengaku akan melaporkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke PBB. Ia bersikukuh, seorang advokat gak bisa dipidana karena tengah membela kepentingan kliennya. Hal itu, menurut mantan kuasa hukum Setya Novanto, sesuai dengan hasil Konvensi PBB tahun 1990 yang sudah menjadi aturan internasional. 

Fredrich menyampaikan hal tersebut di sela sidang pembacaan nota pembelaannya yang berlangsung pada Jumat (22/6) di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat. Seperti janjinya di persidangan sebelumnya, Fredrich membuat nota pembelaan setebal 1.000 halaman. Namun, kali ini ia menghitung ada 1.865 halaman yang semula ditulis tangan lalu diketik. 

"Totalnya sebenarnya ada 1.865 halaman, tetapi ada lampiran-lampiran. Jadi, hampir ada 2.000 halaman lah. Dan kami punya bukti, mungkin 500 bukti," ujar Fredrich pada hari itu. 

Sebenarnya, ini bukan kali pertama, Fredrich mengancam akan melaporkan berbagai pihak yang menangani kasusnya. Sebelumnya, ia juga pernah mengancam melaporkan Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan dan juru bicara Febri Diansyah ke polisi karena pencemaran nama baik.

Lalu, apa tanggapan KPK soal mereka yang katanya diklaim Fredrich sudah dilaporkan ke PBB?

1. Fredrich tetap merasa telah dikriminalisasi oleh KPK

IDN Times/Linda Juliawanti

Kepada media, Fredrich tegas mengatakan sebagai seorang advokat, ia memiliki hak imunitas ketika tengah membela kliennya. Kalau pun pihak lembaga anti rasuah bersikukuh tetap memproses dia yang membela Novanto agar gak ditahan oleh penyidik, maka itu dinilai bisa memberikan preseden buruk terhadap profesi advokat di Indonesia. Apalagi konvensi PBB tahun 1990 menyatakan advokat gak boleh dikriminalisasi.

"Karena ini kan berita kriminalisasi advokat kan jarang. Ini nanti reaksinya sangat fatal. Orang luar negeri akan bilang ah pakai pengacara Indonesia saja bisa dikriminalisasi, apalagi saya. Perlindungan hukumnya gak ada. Itu yang membahayakan," kata Fredrich pada Jumat malam kemarin.

Advokat berkumis tebal itu mengaku sudah melaporkan kasus yang dihadapinya ke PBB dan asosiasi pengacara internasional (IBA).

"Jadi, hasil sidang ini kami kirimkan ke PBB. Bukti-bukti juga sudah kami kasih semua. Jawaban dari PBB juga sudah kami kasih semua," kata dia.

Sementara, menurut KPK mereka sama sekali gak berniat untuk melakukan kriminalisasi terhadap Fredrich. Apalagi selama ini, advokat yang diproses dengan kasus penghalangan proses penyidikan baru satu, yaitu Fredrich.

Perhimpunan Bantuan dan Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) menepis advokat gak bisa dipidana hukum. Ketua PBHI, Julius Ibrani pada Januari lalu pernah mengatakan hal itu tergantung "itikad baik" dan sesuai aturan di dalam UU. Imunitas profesi pengacara diatur di pasal 16 UU nomor 18 tahun 2003 dan putusan Mahkamah Konstitusi tahun 2013.

"Seorang advokat diberikan hak imunitas tidak bisa dipidana atau dituntut secara perdata setiap kali dia menjalankan tugasnya, dengan catatan kalau dia memiliki itikad baik berdasarkan UU dan hukum. Sebaliknya, kalau dia beritikad buruk atau melanggar aturan, maka dia dapat dipidana dan itu bukan kriminalisasi," ujar Julius ketika itu.

2. Fredrich menyebut jaksa udik hingga memiliki IQ jongkok 

ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

Sementara, sikap Fredrich sendiri menuai protes dari jaksa KPK, lantaran memanggil mereka udik dan memiliki IQ jongkok. Selain itu, Fredrich juga menuding jaksa penuntut umum (JPU) membuat cerita fiktif dalam analisa yuridis di surat tuntutan. Majelis hakim pun disebut Fredrich lebih berpihak kepada jaksa karena ia mengabulkan agar kesaksian dari politisi Partai Golkar Azis Samual dan ajudan Setya Novanto, Reza Pahlevi gak didengarkan di sidang.

Jaksa KPK, Ikhsan Fernandi, mengatakan tuduhan yang disampaikan oleh Fredrich gak benar.

"Kami keberatan terhadap apa yang disampaikan oleh terdakwa dalam pledoi. Seperti kata terorisme, ekstrimisme, udik, fitnah dan kebohongan serta IQ jongkok. Hal-hal semacam itu tidak pantas diucapkan dalam persidangan," kata dia.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya