Ini Alasan KPK Desak Agar Transaksi Uang Tunai Dibatasi
Nantinya transaksi tunai dibatasi maksimal Rp100 juta
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendesak agar DPR segera mengesahkan UU Pembatasan Uang Tunai. Tujuannya, agar mereka bisa melacak dengan mudah pergerakan uang tunai yang kerap digunakan para koruptor sebagai alat transaksi untuk mencapai tujuannya.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sebenarnya telah mewacanakan pembatasan transaksi tunai sejak 2012. Nominal yang diusulkan mencapai Rp100 juta. Artinya, kalau ada transaksi tunai melebihi nominal tersebut, maka harus dilaporkan kepada otoritas berwenang.
Tapi, Ketua KPK Agus Rahardjo menilai pembatasan transaksi tunai Rp100 juta masih terlalu besar. Ia berharap bisa diturunkan lagi.
"Ini yang harus dipikirkan. Kalau saya inginnya, (nominalnya) jangan terlalu tinggi. Harapan saya kalau bisa diturunkan. Tolong nanti dibicarakan, karena bagi kami ini penting sekali," ujar Agus di kantor PPATK pada Selasa pagi (17/4).
Mengapa lembaga anti rasuah begitu ngotot dan punya kepentingan terhadap UU tersebut?
Baca juga: Ke Mana Kasus Korupsi Bank Century Akan Dibawa KPK?
1. Dimanfaatkan sebagai celah oleh koruptor
Menurut Agus masih terlalu tingginya batasan transaksi uang tunai, menjadi celah bagi koruptor dan pejabat yang ingin menerima uang yang bukan haknya. Dia mencontohkan kasus eks Direktur Jenderal Hubungan Laut Kementerian Perhubungan Antonius Tonny Budiono dan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar.
"Tahun lalu seorang Dirjen tidur dengan banyak tas. Setelah dicek, di dalam tas itu terdapat lebih dari Rp30 miliar. Bapak Ibu juga melihat bagaimana, mohon maaf bekas Ketua MK yang di belakang ruang karaokenya juga tersimpan uang yang jumlahnya fantastis (mencapai Rp2,7 miliar)," ujar Agus.
Dengan adanya UU pembatasan transaksi uang tunai, maka petugas PPATK bisa lebih mudah memantau. Sebab, ketika ada individu yang menyetorkan dana dengan nominal melebihi batas, maka alarm PPATK langsung menyala.
"Itu sebabnya, sebagian pihak, walau pun kita belum memiliki undang-undang nya, tapi mereka sudah ketakutan duluan," kata Agus.
Namun, Agus berharap, batasan transaksi uang tunai direvisi menjadi kurang dari Rp100 juta. Sebab, praktik korupsi di Indonesia sudah terlalu akut. Seorang kepala SD saja, bisa menerima uang suap mencapai Rp20 juta.
"Ini yang harus dipikirkan. Kalau saya inginnya jangan terlalu tinggi," tutur dia.
Baca juga: KPK Ingatkan Calon Kepala Daerah Tak "Main Api" dengan Korupsi