TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

JK: Orang yang Langgar UUD Lebih Toxic, Tak Boleh Masuk Kabinet

Jokowi setuju tak boleh ada orang toxic di kabinet

Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Republik Indonesia Jusuf Kalla (JK) menanggapi hak angket yang disampaikan PKS dan PKB di Rapat Paripurna DPR RI. (IDN Times/Amir Faisol)

Intinya Sih...

  • Jusuf Kalla mengaku tidak paham dengan definisi "toxic" yang disebutkan oleh Luhut Pandjaitan.
  • Luhut Pandjaitan menekankan bahwa individu yang melanggar UUD 1945 Pasal 33 tidak boleh masuk ke dalam kabinet Prabowo Subianto.

Jakarta, IDN Times - Wakil Presiden ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla mengaku tidak paham dengan sosok orang toxic (bermasalah) yang disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Pandjaitan. Menurutnya, orang toxic yang sebaiknya tidak dibawa masuk ke dalam kabinet Prabowo Subianto adalah individu yang melanggar UUD 1945. 

"Pertama, saya tidak paham yang dimaksud toxic. Yang saya pahami siapa saja yang melanggar UUD 1945 Pasal 33, untuk kepentingan rakyat juga tidak boleh," ujar Jusuf kalla atau JK di area Jakarta Selatan, Selasa (7/5/2024). 

Menurutnya, karakteristik orang yang dirujuknya lebih jelas dan seharusnya tidak patut masuk ke dalam kabinet mendatang. "Itu lebih keras. Siapa yang melanggar UUD, tidak melaksanakan Pasal 33 untuk kepentingan rakyat, itu tidak boleh (ada di dalam kabinet). Itu lebih penting daripada ngomongin toxic," tutur pria yang juga mantan Ketua Umum Partai Golkar itu. 

Pernyataan Luhut itu disampaikan pada 3 Mei 2024 lalu di acara 'Jakarta Future Forum: Blue Horizons, Green Growth'. Menurutnya, masukan tersebut sudah ia sampaikan secara langsung kepada Prabowo.

Luhut tak menyebut siapa orang yang dimaksud. Tetapi, ia memberikan petunjuk agar individu yang diajak masuk ke kabinet adalah orang-orang yang tak akan menghapus atau mengubah kebijakan yang telah disusun oleh pemerintahan sebelumnya. 

"Saya bilang ke Pak Presiden, 'Pak, kalau Bapak tidak berani mengganti orang-orang yang tidak setuju dengan ini (digitalisasi sistem pemerintah yang terintegrasi), kita tidak akan maju. Jadi, kita harus mengganti orang-orang yang tidak setuju dengan ide ini.' Saya sampaikan itu kemarin," kata Luhut ketika itu. 

1. Cak Imin mengaku tidak tahu siapa orang bermasalah yang dirujuk Luhut

Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar ketika menyampaikan pernyataan hari buruh. (www.instagram.com/@cakiminow)

Sementara, ketika ditanyakan kepada Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar, ia mengaku tidak tahu siapa orang bermasalah yang dimaksud oleh Luhut. Saat ini muncul resistensi terhadap parpol yang dulu berseberangan di masa kampanye pilpres, lalu ikut ditarik masuk dalam pembentukan pemerintahan baru. 

"Saya tidak paham (maksud Luhut)," ujar pria yang masih menjabat sebagai Wakil Ketua DPR itu.

Penolakan juga disampaikan oleh Partai Gelora ketika membaca sinyal Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ingin merapat ke pemerintahan Prabowo-Gibran. Sekretaris Jenderal Partai Gelora Mahfuz Sidik menilai, alasan PKS menunjukkan sinyal hendak bergabung ke kubu Prabowo-Gibran hanya karena ingin mendapatkan jatah kursi menteri.

"Jika sekarang PKS mau merapat karena alasan politik sudah selesai, apa segampang itu PKS bermain narasi ideologisnya? Apa kata pendukung fanatiknya? Seperti ada pembelahan antara elite PKS dan massa pendukungnya," ujar Mahfuz di dalam keterangan tertulis. 

Baca Juga: Menebak Siapa Orang Toxic Versi Luhut yang Rawan Masuk Kabinet Prabowo

2. Anies harap tak ada lagi diksi merendahkan perbedaan pandangan

(IDN Times/Irfan Fathurohman)

Sementara, mantan calon presiden Anies Baswedan justru berharap penggunaan diksi-diksi yang merendahkan perbedaan pandangan tak lagi muncul di publik. Ia pun menghindari untuk mengeluarkan diksi yang merendahkan perbedaan pandangan. 

Menurutnya, perbedaan pendapat merupakan hal yang lumrah. Belum tentu perbedaan pandangan tersebut salah atau lebih buruk.

Apalagi yang berbeda dianggap meracuni. Padahal, kata dia, belum tentu perbedaan meracuni pemerintahan. 

"Justru di situ lah penghargaan terhadap prinsip demokrasi dan itu yang kami khawatirkan pelan-pelan semakin luntur," kata mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu di kediamannya di Lebak Bulus, Jakarta Selatan pada Selasa kemarin. 

"Bila Anda sepaham dengan saya, maka Anda benar dan Anda sehat. Tetapi, bila Anda tidak sepaham dengan saya, maka Anda tidak benar," ujarnya lagi. 

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya