TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

KSAD Maruli: Aksi Pemukulan Salah, Tapi Mereka Berhak Bela Diri

KSAD sebut pengendara motor di Boyolali mabuk, tak punya SIM

Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Maruli Simanjuntak ketika diwawancarai secara eksklusif oleh Rosiana Silalahi. (Dokumentasi Dispenad)

Jakarta, IDN Times - Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Maruli Simanjuntak meminta publik agar berpikir jernih terkait aksi penganiayaan oleh para prajurit Yonif Raider 408 Boyolali yang terjadi pada 30 Desember 2023 lalu. Menurutnya, aksi penganiayaan itu dipicu penggunaan knalpot brong yang sangat berisik dan mengganggu warga sekitar. 

"Coba analisa kejadian itu jangan hanya berdasarkan video pendek saja yang durasinya beberapa detik itu, lalu langsung mengambil kesimpulan. Itu terjadinya jam 11.19 WIB, mereka sudah berputar-putar sejak pukul 09.00 WIB. Kalau kita lihat di video itu, mereka sudah pulang pergi delapan kali di depan bataliyon. Mereka sudah berulang kali diingatkan. Sekian persen dari mereka itu mabuk," ujar Maruli dalam wawancara eksklusif di program 'Rosi' yang ditayangkan YouTube Kompas TV, Jumat (5/1/2024). 

Ia pun menepis aksi penganiayaan itu sudah direncanakan lebih dulu. Mantan Pangkostrad itu menyebut, apa yang terjadi di Boyolali adalah aksi dan reaksi. Karena tujuh pengendara motor tersebut menggunakan knalpot brong dan dianggap mengganggu, sehingga memicu emosi para prajurit muda TNI AD. 

"Ya maksudnya ada aksi ada reaksi ya. Kalau disebutnya ada rencana pencegatan, lalu dimasukan ke dalam asrama, ini kan cara berpikirnya (tidak masuk akal). Mana sempat ketika mendengar suara bising, lalu terpikir rencana itu. Normal saja berpikirnya," tutur dia lagi. 

Aksi pencegatan itu dipicu karena tujuh orang korban sudah berputar-putar dengan knalpot brong sebanyak delapan kali. Maka, ketika dilihat mereka mengulangi aksinya untuk kali kesembilan, langsung dicegat oleh prajurit TNI AD. 

"Kalau sampai disebut anak buah saya sudah punya rencana enggak lah. Jangan malah disangkutkan ke mana-mana. Ini anak-anak muda yang emosinya masih seperti itu. Walaupun penganiayaan itu betul tak bisa dibenarkan," katanya. 

Menurut Maruli, kesalahan tidak bisa sepenuhnya ditimpakan ke TNI AD. Ia mendapatkan laporan, para relawan Ganjar-Mahfud itu dalam kondisi mabuk tetapi malah tetap mengemudikan sepeda motor. 

"Itu kan berbahaya. Itu juga harus ada evaluasi dari tim yang menyelenggarakannya. Jangan kami terus (yang disalahkan)," tutur dia. 

1. KSAD nilai prajurit TNI AD punya hak membela diri

KSAD Jenderal TNI Maruli Simanjuntak bersama Pangdam IV Diponegoro Mayjen TNI Widi Prasetijono saat mengecek langsung situasi latihan penembakan roket di Kebumen. (IDN Times/Dok Pendam IV Diponegoro Semarang)

Lebih lanjut, KSAD Maruli mengaku tidak bisa membenarkan apa yang sudah dilakukan oleh para prajurit Yonif Raider 408 Boyolali dengan menganiaya warga sipil. Tetapi, para prajurit TNI AD itu memiliki hak untuk membela diri. 

"Gak bisa saya bilang (aksi penganiayaan) benar. Tetapi, mereka punya hak untuk membela diri. Aksi reaksi. Jelas yang namanya pemukulan itu salah. Kadang-kadang (untuk kepentingan) defensif pun juga jadi salah. Jelas pula hukumannya," kata dia. 

Maka, reaksi TNI AD, kata Maruli, para prajurit yang terlibat dalam aksi penganiayaan itu langsung ditangkap dan ditahan. Ia pun bingung bila TNI masih disebut-sebut tidak netral jelang Pemilu 2024. 

"Tetapi, sekali lagi, mereka punya hak untuk membela diri, untuk punya lawyer, melihat saksi, bagaimana respons di masyarakat. Kan sekarang sudah banyak (diekspos) media, betapa masyarakat juga merasa terganggu," ujarnya. 

Baca Juga: Kadispenad: Lapor ke Kami Bila Ada Prajurit TNI AD Tak Netral

2. KSAD Maruli siap gelar sidang terbuka untuk publik

Jenderal Maruli Simanjuntak usai dilantik menjadi Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) di Istana pada 29 November 2023. (Dokumentasi Mabes TNI AD)

Di acara itu, KSAD Maruli juga mengaku siap menggelar sidang terkait dengan enam tersangka prajurit TNI AD secara terbuka. Artinya, publik bisa mengikuti dari dekat. 

"Kalau sidangnya mau terbuka, kami akan buat terbuka. Gak ada masalah. Mau apalagi yang perlu saya katakan?" kata dia. 

Meski begitu, publik tetap menilai sikap yang dilakukan oleh prajurit TNI AD keliru dengan bermain hakim sendiri. Pelanggaran aturan lalu lintas seharusnya ditangan oleh pihak kepolisian, bukan TNI. 

"Ya, itu lah emosi orang, kita kan gak tahu. Sudah disampaikan delapan kali, mereka tetap lalu lalang. Padahal, sudah dibilangin agar jangan lewat. Nanti kan dari mereka punya hak untuk membela diri, nanti punya saksi-saksi yang mendukung bahwa mereka sudah dibilangin (agar tidak lalu lalang). Tapi, malah lewat lagi dengan sengaja. Kalau dilihat aksi itu di jalanan, kan itu namanya nantang," tutur dia lagi. 

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya