TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Mengenang Sosok Buya Syafii yang Vokal Kritisi Pelemahan KPK

Buya Syafii menyebut KPK itu tidak suci tapi wajib dibela

Mantan Ketua PP Muhammadiyah, Buya Syafii Maarif (kedua dari kiri) ketika menghadiri dialog mengenai seleksi calon pimpinan KPK periode 2019-2024 (IDN Times/Santi Dewi)

Jakarta, IDN Times - Selain identik sebagai tokoh bangsa dan cendekiawan Islam, Ahmad Syafii Maarif juga dikenal vokal dalam mendukung pemberantasan korupsi. Pria yang akrab disapa Buya Syafii itu pernah terlibat menjadi anggota panitia seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2010. Dari sana terpilih Abraham Samad yang menjadi ketua komisi rasuah pada 2011-2015. 

Buya Syafii pada 2011 lalu juga pernah menjadi anggota komisi etik KPK. Ia dan pakar hukum Nono Anwar Makarim menjadi unsur eksternal organisasi yang duduk di dalam komisi etik. 

Di saat isu pelemahan komisi antirasuah dengan melakukan revisi UU bergulir pada 2019, Buya Syafii tidak tinggal diam. Ia termasuk pihak yang mengkritisi Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) dan DPR, lantaran tak mengajak pimpinan KPK ketika itu untuk mendiskusikan poin-poin yang perlu direvisi di UU Nomor 30 Tahun 2002 tersebut.

"Kelemahannya kemarin, prosedurnya. KPK tidak diajak berunding oleh Menteri HAM dan DPR," ujar Buya Syafii di Istana Negara kepada media pada September 2019. 

Bahkan, Buya Syafii tegas menyebut meski KPK bukan lembaga yang suci, tetapi wajib dibela publik. "KPK itu wajib dibela dan diperkuat. Meski KPK itu bukan badan yang suci. Harus diingat itu," tutur dia, ketika itu. 

Namun, Buya Syafii tak membicarakan soal kritiknya itu secara khusus kepada Presiden Joko "Jokowi" Widodo di Istana Negara. Ia diundang ke Istana ketika itu untuk memberikan masukan soal penyusunan kabinet periode kedua kepemimpinan Jokowi. 

Meski kini kinerja komisi antirasuah sudah menurun drastis, Buya Syafii menolak KPK dirobohkan. Apa alasannya menolak agar KPK dibubarkan?

Baca Juga: Buya Syafii ke Pansel KPK: Jangan Pilih Capim yang Ada Titik Hitam

1. KPK tetap perlu dipertahankan karena mereka tetap tangkap koruptor

Buya Syafii Maarif. (IDN Times/Tunggul Kumoro)

Lebih lanjut, Buya Syafii mengakui kinerja KPK kini sudah merosot drastis dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Apalagi usai 57 pegawai KPK dipecat pada 30 September 2021, komisi antirasuah terlihat seolah tak bergigi untuk memburu koruptor. Buronan Harun Masiku hingga saat ini belum berhasil ditangkap. 

Meski begitu, Buya Syafii masih menaruh harapannya ke KPK. "KPK itu dengan segala kelemahannya itu masih ada juga (anggota) DPR RI yang ditangkap, ada bupati dan segala macam (diproses hukum). Ada lah (yang ditangkap) walaupun memang belum maksimal," ujar Buya Syafii di Yogyakarta pada Oktober 2021. 

Ia pun tak menampik pemberhentian sejumlah pegawai KPK, termasuk penyidik senior Novel Baswedan sarat kepentingan politik. "Masalah yang terasa seperti ada dimensi politik yang lebih terasa gitu," kata dia. 

Mereka resmi diberhentikan dari tugasnya di KPK per 30 September 2021, setelah dinyatakan tidak memenuhi tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai syarat alih status kepegawaian menjadi aparatur sipil negara (ASN).

Alih status ini merupakan konsekuensi revisi Undang-Undang KPK.

2. Buya Syafii sempat singgung kinerja Novel Baswedan dan kawan-kawan, usai pindah ke kepolisian

Novel Baswedan resmi bertugas di satgas khusus pencegahan korupsi di Mabes Polri (ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto)

Semasa masih hidup, Buya Syafii juga pernah menyinggung nasib 56 pegawai, termasuk Novel Baswedan, yang dipecat dari KPK. Novel akhirnya menerima tawaran dari Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo untuk menjadi ASN kepolisian. 

Namun, Buya Syafii mengatakan, kinerja Novel dan koleganya tidak akan sama seperti saat di KPK. Sebab, ASN Polri tidak memiliki wewenang sebagai penyidik.

"Ya jelas tidak (seperti dulu), mereka kan memang dilemahkan (kinerjanya)," ujar Buya Syafii kepada media, pada Oktober 2021.

Buya menyebt tawaran dari Kapolri Sigit kepada puluhan pegawai KPK itu di luar komisi antirasuah. Sebab, mereka dianggap tak bisa dijadikan ASN melalui Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).

"Ya, tapi lebih banyak ini solusi politik yang kadang-kadang kita logikanya tidak paham. (Kewenangan) mereka sudah terbatas, padahal mereka adalah para penyidik senior yang berpengalaman," tutur dia. 

Baca Juga: Buya Syafii: KPK Wajib Dibela, Tapi Bukan Suci

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya