TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Partai Gelora Tolak PKS Gabung ke Koalisi Pengusung Prabowo-Gibran

Gelora tuding PKS kerap buat narasi yang mengadu domba

Sekretaris Jenderal Partai Gelora, Mahfuz Sidik (sebelah kiri) bersama Ketum Gelora Anis Matta. (Dokumentasi Partai Gelora)

Jakarta, IDN Times - Sinyal partai politik yang semula bernaung di dalam Koalisi Perubahan lalu hendak merapat ke kubu Prabowo-Gibran, tidak ditanggapi positif oleh parpol pendukung presiden dan wakil presiden terpilih itu. Salah satu yang menyatakan penolakan adalah Partai Gelombang Rakyat Indonesia (Gelora). Mereka menolak keras Partai Keadilan Sejahtera (PKS) bergabung ke kubu Prabowo-Gibran. 

Sekretaris Jenderal Partai Gelora, Mahfuz Sidik menilai narasi kritis yang diangkat oleh PKS dan dua parpol lainnya di Koalisi Perubahan, tidak lebih dari gimik untuk meraup suara. 

"Apabila PKS menjadi bagian dari Koalisi Indonesia Maju (KIM) maka akan menjadi sinyal pembelahan antara PKS dengan massa ideologisnya," ujar Mahfuz di dalam keterangan tertulis dikutip pada Sabtu (27/4/2024). 

Padahal, dalam pandangannya, alasan PKS menunjukkan sinyal hendak bergabung ke kubu Prabowo-Gibran hanya karena ingin mendapatkan jatah kursi menteri.

"Jika sekarang PKS mau merapat karena alasan politik sudah selesai, apa segampang itu PKS bermain narasi ideologisnya? Apa kata pendukung fanatiknya? Seperti ada pembelahan antara elite PKS dan massa pendukungnya," kata dia. 

1. Partai Gelora ingatkan PKS sering menyerang Prabowo-Gibran saat kampanye

Presiden dan Wakil Presiden terpilih periode 2024-2029, Prabowo Subianto bersama Gibran Rakabuming Raka berfoto bersama usai ditetapkan dalam rapat pleno di Gedung KPU, Jakarta, Rabu (24/4/2024). (ANTARA FOTO/Galih Pradipta)

Lebih lanjut, Mahfuz juga mengatakan bahwa selama berkampanye, PKS kerap melakukan serangan negatif secara masif kepada Prabowo-Gibran. "Seingat saya dalam proses kampanye, di kalangan PKS banyak muncul narasi sangat ideologis dalam menyerang sosok Prabowo-Gibran," kata dia. 

Salah satu narasi yang dibangun PKS, kata Mahfuz yakni menganalogikan Nabi Musa tidak perlu berutang kepada Firaun. Padahal, dalam Pilkada DKI Jakarta 2017 lalu, Anies Baswedan ikut diusung oleh Partai Gerindra. 

Namun, mengutip data dari KPU DKI Jakarta, selain Partai Gerindra, Anies juga diusung oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di pilkada 2017. Dalam pilkada tujuh tahun lalu itu, pasangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno berhasil meraih 3,24 juta suara warga Jakarta atau 57,95 persen. Sedangkan rival mereka, Basuki 'Ahok' Tjahaja Purnama dan Djarot Syaiful Hidayat mendapatkan 2,35 juta suara atau 42,05 persen. 

Baca Juga: PKS Sudah Atur Jadwal Ketemu Prabowo, Wah Merapat Gak Nih?

2. PKS dianggap kerap membuat narasi yang memecah belah

Presiden PKS, Ahmad Syaikhu saat menyerahkan SK Calon Wali Kota Depok kepada IBH untuk maju di Pilkada Depok 2024. (IDNTimes/Dicky)

Mahfuz juga menyebut selama ini PKS kerap memunculkan narasi yang mengadu domba dan membelah masyarakat.

Salah satu contohnya, kata dia, adalah cap pengkhianat kepada Prabowo karena pada 2019 memilih bergabung ke pemerintahan Jokowi. Narasi pengkhianat tersebut disebut muncul dari PKS. 

"Ketika pada 2019 Prabowo Subianto memutuskan rekonsiliasi dengan Jokowi, banyak cap sebagai pengkhianat kepada Prabowo Subianto. Umumnya datang dari basis pendukung PKS," kata dia. 

Ia menegaskan selama ini Jokowi dan Prabowo telah mengingatkan untuk tidak menarasikan membelah politik dan ideologi. Tetapi, hal tersebut diabaikan oleh PKS.

"Narasi-narasi yang berisiko membelah lagi masyarakat secara politis dan ideologis, sudah diingatkan oleh Presiden Jokowi dan capres Prabowo agar dihentikan," tutur Mahfuz lagi. 

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya