Pembuatan Vaksin Merah Putih Molor, Malah Muncul Vaksin BUMN, Kenapa?
Ribka Tjiptaning sebut pemerintah tidak konsisten
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Ribka Tjiptaning Proletariyati, mempertanyakan konsistensi pemerintah dalam memberikan dukungan terhadap pengembangan Vaksin Merah Putih.
Sebab, di sisi lain, Vaksin Merah Putih yang dikembangkan bersama Lembaga Biologi Molekuler Eijkman penyelesaiannya mundur ke tahun 2023, lalu pemerintah justru membuat lagi vaksin COVID-19 lainnya. Vaksin COVID-19 terbaru yang dikembangkan itu diberi nama Vaksin BUMN.
Kesimpulan dan penilaian itu disampaikan Ribka di rapat kerja bersama mantan Kepala LBM Eijkman Amin Soebandrio, salah satu pendiri Eijkman Herawati Sudoyo, Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko, hingga Direktur Utama PT Bio Farma Honesti Basyir. Menurut Ribka, Amin tak sepenuhnya berani berbicara secara terbuka dan blak-blakan soal dukungan pemerintah bagi Vaksin Merah Putih.
"Perasaan Prof, ini pemerintah mendukung gak sih (Vaksin Merah Putih)? Saya saja bisa merasakan (pemerintah tidak lagi dukung penuh Vaksin Merah Putih), kok tiba-tiba muncul (Vaksin) BUMN. Aneh ya, namanya vaksin BUMN," ujar Ribka secara blak-blakan seperti dikutip dari YouTube Komisi VII DPR, Selasa (18/1/2022).
Ia pun mengaku bingung mengapa Menteri BUMN Erick Thohir ikut mengundang Amin untuk diberi penjelasan soal vaksin COVID-19 itu. Apalagi sejak awal pandemik COVID-19 di tahun 2020, pemerintah sudah menyampaikan bolak-balik ingin memiliki vaksin COVID-19 buatan dalam negeri. Hal itu juga didukung penuh oleh Presiden Joko "Jokowi" Widodo.
"Tapi, ini masalah vaksin (Merah Putih) kok nasionalismenya jadi berbeda. Atau sudah ada yang kontrak sampai periode Jokowi selesai? Saya kan jadi bingung (melihat sikap pemerintah). Kan Vaksin Merah Putih sudah lebih dulu dikembangkan, kok tiba-tiba ada lagi Vaksin BUMN," kata dia.
Lalu, apa yang menyebabkan Vaksin Merah Putih yang dikembangkan oleh Eijkman kembali mundur tenggat waktunya ke tahun 2023?
Baca Juga: Dilebur dengan BRIN, Eijkman Tak Bisa Lagi Teliti Genome COVID-19
1. Anggaran dan peralatan pengembangan Vaksin Merah Putih minim
Merespons pertanyaan Ribka, Amin mengakui bahwa dukungan dana dan peralatan yang diterima oleh Eijkman tak lagi sama seperti tahun 2020. Amin menyebut, dana untuk mengembangkan Vaksin Merah Putih tak sampai Rp1 triliun.
Di sisi lain, di saat Eijkman akan melebur ke dalam BRIN, mereka kesulitan untuk melakukan penelitian lantaran penggunaan peralatannya dilakukan secara bergantian. Alat yang sangat dibutuhkan dalam pembuatan Vaksin Merah Putih itu adalah bioreactor. Alat tersebut berfungsi untuk memperbanyak vaksin.
"Alat itu juga ada di Bio Farma, tetapi kami pun menggunakannya juga harus bergiliran. Bioreactor yang sama digunakan untuk penelitian yang lain, harus berbagi dengan UNPAD dan instansi lain. Bio Farma pun juga harus melayani lembaga lain," ungkap Amin.
Maka, praktis dalam satu tahun, Eijkman hanya bisa menggunakan alat tersebut sebanyak empat kali. Ia menambahkan, sejak awal Januari 2021 Eijkman sudah melakukan pengajuan penggunaan peralatan kepada Kemenristek/BRIN. Namun, realisasinya tidak bisa berlangsung cepat, lantaran semua lembaga penelitian sudah mulai dalam proses peleburan ke BRIN.
"Kemenristek menyatakan pengajuan peralatan itu sudah disetujui dan diproses. Tapi, ya begitu statusnya diproses terus sampai akhir tahun 2021," kata Amin.
Sementara, di akhir 2021, Amin sudah tak lagi menjabat sebagai Kepala LBM Eijkman. Ia dikembalikan ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, lantaran bertugas menjadi pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI).
Baca Juga: Kepala BRIN: Kehadiran Megawati Bisa untuk Dukungan Anggaran di DPR