Tito Tegaskan Tak Ada Kecurangan Terstruktur di Pemilu 2024
Menurut Tito, hanya kesalahan-kesalahan input data
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengklaim tidak ada desain kecurangan yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif, dalam pemilu 2024. Namun, dia tak menampik ada sejumlah kekurangan dalam penyelenggaraan Pemilu, salah satunya konflik di Papua.
"Jadi, gak akan mungkin sempurna (pemilu 2024). Ya, ada kekurangan di sana-sini. Yang penting tidak ada desain terstruktur, sistematis dan masif. Yang ada mungkin kesalahan-kesalahan input atau diulangi (pemungutan suaranya)," ujar Tito di Jakarta pada Rabu (21/2/2024).
Dia menyatakan bila ada pemungutan suara yang harus diulang bukan karena praktik curang. Tetapi, hal itu lantaran ada surat suara sobek dan cacat.
"Itu boleh untuk diulangi (pemungutan suaranya)," kata dia.
Mantan Kapolri itu mendorong seandainya ada Paslon yang keberatan dengan penetapan hasil Pemilu, bisa menempuh jalur yang disediakan. Mulai dari Bawaslu, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) hingga Mahkamah Konstitusi (MK).
"Jadi, jalur-jalur resmi itu saya kira bisa dimanfaatkan," tutur Tito.
1. Pemilu di Indonesia adalah pesta demokrasi satu hari terbesar sedunia
Tito meminta pengertian dari publik lantaran pemilu yang dihelat di Indonesia pada 14 Februari 2024 lalu adalah pesta demokrasi satu hari terbesar sedunia. Di negara lain, kata Tito, pemungutan suara tidak dilakukan serentak dalam satu hari.
"Sebanyak 200 juta lebih (pemilih menggunakan hak suara) dalam satu hari yang sama. China gak memiliki election karena kan mereka hanya ada satu partai, sosialis. India yang (negara demokrasi) nomor dua terbesar itu hampir dua bulan prosesnya. Itu dilakukan per negara bagian. Amerika Serikat juga per negara bagian, berturut-turut beberapa bulan. Sedangkan, kalau kita kan hanya one day (pemungutan suara)," ujar Tito.
Belum lagi, Pemilu yang digelar bukan hanya untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden. Tapi juga anggota parlemen di tingkat nasional hingga Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
"Bahkan, memobilisasi orang untuk ke TPS untuk memilih, termasuk hampir delapan juta petugas KPPS, itu pun tidak mudah," kata Tito.
Baca Juga: Tito Sebut Film Dirty Vote untuk Bentuk Opini, Tanpa 2 Metode Ilmiah