TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Tokoh Lintas Agama Imbau Warga Tak Golput dan Memilih Tanpa Tekanan

Tokoh lintas agama juga ajak tak perlu musuhan karena pemilu

Tokoh lintas agama di Forum Peduli Damai menyerukan agar pemilu berjalan damai di Gereja PGI. (IDN Times/Santi Dewi)

Jakarta, IDN Times - Sejumlah tokoh lintas agama yang bernaung di bawah organisasi Forum Peduli Indonesia Damai menyerukan kepada warga agar menggunakan hak pilih dan tidak golput di Pemilu 2024. Selain itu, para tokoh lintas agama itu mendorong warga untuk mengikuti suara hati nurani dalam memilih capres dan wakil rakyat di pemilu Februari mendatang. 

"Memilih Yes! Golput No! Ikuti suara hati nurani, yes! Bujukan dan intimidasi, no!" demikian isi keterangan tertulis dari para tokoh lintas agama, Senin (5/2/2024). 

Mereka kemudian berkumpul di Graha Oikumene, Salemba, Jakarta Pusat untuk menyerukan agar warga tak perlu saling bertengkar hanya karena Pemilu 2024.

"Kami ingin ujungnya (pemilu) berlangsung damai. Orang cuma pilihan kok, itu kan lima tahun sekali. Kalau sudah dipilih ya sudah, tinggal dipilih lima tahun lagi nanti (yang baru)," ujar Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Marsudi Syuhud di Gedung PGI, Salemba, Senin sore. 

Ia pun mendorong warga untuk menghormati siapa pun yang terpilih nanti sebagai capres dan cawapres. "Kalau nanti ternyata masih belum puas, yang ditentukan menang, belum puas, maka kami menyerahkan ke proses hukum. Maka, masyarakat diminta untuk memonitor dan menjaga. Masyarakat harus terus menerus mengawasi perjalanan pemilu. Bila ada proses hukum, maka sampai perjalanan hukum pun, masyarakat harus ikut mengawasi," katanya lagi. 

1. Bagi umat Kristiani, menggunakan hak pilih saat pemilu merupakan panggilan iman

Ketua Umum Persatuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI), Gomar Gultom. (www.pgi.or.id)

Sementara, menurut Ketua Umum Persatuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) Gomar Gultom, bagi umat Kristiani menggunakan hak pilih bukan sekedar kewajiban konstitusional, tetapi panggilan iman untuk memilih calon terbaik. Seperti yang tertulis di dalam kitab suci "pilihlah pemimpin yang cakap, takut akan Tuhan, percaya dan benci terhadap perbuatan jahat."

"Sehingga, golput tidak sesuai dengan panggilan iman," ujar Gomar di Jakarta. 

Ia mengaku tidak tendensius kepada paslon tertentu. Tetapi, imbauan dalam pemilihan calon pemimpin berlaku untuk semua paslon. 

Di sisi lain, Gomar juga sempat mengomentari singkat soal putusan dari Dewan Etik Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Menurutnya, hasil putusan tersebut harus ditanggung secara bersama-sama oleh Bangsa Indonesia. 

"Apalagi sebelumnya juga sudah ada pelanggaran etik di Mahkamah Konstitusi (MK). Itu harus kita terima," katanya. 

Baca Juga: Kamu Harus Tahu! Ini Warna Surat Suara di Pemilu 2024

2. Pemimpin agama ajak warga merenung di H-1 sebelum mencoblos agar pilihan tepat

Warga menunjukkan model surat suara pemilihan presiden saat simulasi pencoblosan pemilu di TPS 31 Penancangan Kota Serang, Banten, Selasa (30/1/2024). (ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman)

Sementara, Ketua Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (Matakin), Xueshi Budi Tanuwibowo mengajak warga untuk merenung di H-1 sebelum datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS). Budi mengajak warga menggunakan hati nurani dalam memilih pemimpin. Menurutnya, ada sejumlah kriteria calon pemimpin yang akan membawa Indonesia lebih baik. 

"Ajaran Konghucu sejak 5.000 tahun yang lalu sudah mengatakan Tuhan mendengar seperti rakyat mendengar. Tuhan melihat seperti rakyat melihat. Maka, kepada setiap umat wajib mengeluarkan suaranya yang bebas, merdeka dan mengabaikan bisikan, rayuan serta tekanan. Karena suara hati nurani lah yang sama dengan suara Tuhan," kata Budi di forum yang sama. 

"Kriteria ini berlaku umum. Pertama, takut dan taat akan Tuhan. Takut akan berbuat yang menyimpang dari garis kebenaran. Taat untuk menjalankan apa yang baik. Ke bawah, dia mencintai Tanah Air dan bangsanya. Seperti orang tua mencintai anaknya, tidak ada transaksi," tutur dia lagi. 

Selain itu, kata Budi, seorang pemimpin harus memahami sejarah, budaya, adat istiadat, sehingga tidak akan terjebak pada kesalahan-kesalahan besar yang pernah dilakukan di masa lalu. Pemimpin, tutur Budi, juga harus memberikan teladan dan mau belajar setiap hari. 

Menurutnya, pemimpin juga tidak harus piawai berkomunikasi dan merangkul rakyatnya. Tetapi, ia juga mampu bergaul di dunia internasional agar bangsa ini bisa terangkat martabatnya. 

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya