TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Vaksinasi Lebih dari Seminggu, Kemkes Baru Suntik 70 Ribuan Orang

Menkes Budi curhat rantai dingin vaksin yang belum siap

Budi Gunadi Sadikin (Dok. IDN Times/Biro Pers Kepresidenan)

Jakarta, IDN Times - Setelah vaksinasi berjalan sembilan hari, ternyata jumlah tenaga kesehatan dan pejabat publik yang disuntik vaksin masih sedikit. Juru bicara vaksinasi dari Kementerian Kesehatan, dr. Siti Nadia Tarmizi menyebut angkanya masih berkisar 60 ribuan. Meski banyak yang belum menerima vaksin, tetapi Kemenkes mengaku tak memiliki target harian vaksinasi. 

"Total di akhir Januari 2021 (ditargetkan sudah ada yang divaksinasi) 500 ribu," ungkap Nadia ketika dikonfirmasi IDN Times melalui pesan pendek pada Kamis malam, 21 Januari 2021. 

Sementara, data dari Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin jumlah penerima vaksin lebih banyak yaitu sekitar 70 ribu. Rendahnya jumlah penerima vaksin dipicu oleh proses registrasi yang rumit. Salah satu platform yang digunakan untuk registrasi agar bisa diberi vaksin yakni melalui aplikasi Peduli Lindungi. 

Hal itu diakui oleh juru bicara RSUP Persahabatan, Jakarta Timur, dr Erlina Burhan. Ia mengatakan respons di platform itu tidak sesuai ketika hendak registrasi. 

"Di sistemnya itu disuruh ulang lagi, ulang lagi. Mungkin karena sistemnya diserbu (pihak yang ingin mendaftar vaksinasi)," kata Erlina kepada IDN Times melalui pesan pendek pada hari ini. 

Kendala yang dihadapi ini membuat target vaksinasi ke 181,5 juta warga dalam kurun 15 bulan berpotensi mundur. Apalagi Presiden Joko "Jokowi" Widodo menginginkan agar vaksinasi bisa dilakukan dalam waktu setahun. Padahal, Menkes Budi mengungkap ada tantangan besar lainnya yang baru ia ketahui belakangan? Apa itu?

Baca Juga: Vaksinasi COVID-19 di Palembang Baru Terealisasi 9 Persen

Menkes Budi mengatakan, dalam proses distribusi vaksin COVID-19 ke daerah ternyata tidak berjalan mulus. Ia mengatakan delapan provinsi malah mengembalikan vaksin COVID-19 ke pusat. Padahal, di tahap pertama pengiriman vaksin, ada 1,2 juta dosis vaksin CoronaVac buatan Tiongkok yang harus didistribusikan. 

"Ketika kami kirim 1,2 juta (dosis vaksin) pada tanggal 3 (Januari 2021) malam, kami pikir dalam kurun waktu tiga hari kan tiba di seluruh Indonesia. Ternyata ada yang balik dari delapan provinsi. Aku nanya kenapa nih? Katanya cold chain-nya cukup, ternyata setelah dicek lemari es nya penuh. Ini baru kami kirim 1,2 juta (dosis) belum kami kirim 25 juta (dosis) sebulan, penuh. Ternyata penuh karena salah hitung," ujar Budi ketika berbicara dalam diskusi virtual dengan Pikiran Rakyat Media Network (PRMN) yang diunggah ke YouTube pada 20 Januari 2021 lalu. 

"Ini baru pengiriman di level provinsi lho, bayangin kalau sudah harus dikirim ke tingkat kabupaten dan kotamadya," tutur dia lagi. 

Pria yang sempat menjadi Wakil Menteri BUMN itu baru menyadari penyebab lemari pendingin penuh lantaran ada vaksin untuk penyakit lain yang banyak belum digunakan. "Indonesia setiap tahun vaksin reguler 130 juta hingga 200 juta. Itu untuk penyakit TBC, polio hingga difteri. Karena tahun lalu COVID-19, maka posyandu kurang sehingga vaksinnya banyak yang gak terpakai. Begitu kami kirim (vaksin COVID-19) penuh (kapasitas lemari pendingin)," katanya. 

Vaksin CoronaVac yang digunakan di tahap pertama bisa disimpan di lemari pendingin dengan suhu normal yang berkisar 2-8 derajat celcius. 

Baca Juga: Kemenkes Targetkan Vaksinasi 181,5 Juta Warga Selesai 15 Bulan 

1. Tidak semua daerah sudah siap dengan lemari pendingin untuk menyimpan vaksin COVID-19

Vaksin Sinovac. Dok. Kementerian Kesehatan

2. Kemenkes akhirnya gandeng perusahaan swasta untuk bantu logistik vaksin COVID-19

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)

Agar proses distribusi vaksin COVID-19 berjalan lancar, maka Menkes Budi memilih menggandeng perusahaan swasta. Beberapa perusahaan seperti Enseval, Kalbe, Kimia Farma Trading dan Bio Farma diminta untuk membantu. 

"Jadi, kami tidak hanya menggunakan logistik punya pemerintah, namun kami juga mengerahkan punya swasta. Udah diputuskan dan akan jalan," ujarnya dalam diskusi itu. 

Hal lain yang dipaparkan Menkes Budi di sana yaitu ada 15 persen tenaga kesehatan saat proses pemeriksaan ternyata tidak bisa menerima vaksin COVID-19. Sebanyak 4 persen dari tenaga kesehatan memiliki komorbid, sisa 11 persen para nakesnya mengalami darah tinggi. 

"Jadi, orang Indonesia itu gak sehat, nakesnya aja yang sudah datang, 15 persen malah gak bisa divaksinasi. Saat dilakukan tensi ketahuan darah tinggi, entah karena deg-degan mau divaksinai atau karena apa. Aku jadi pusing juga," tutur dia. 

Baca Juga: Vaksin Mandiri yang Libatkan Swasta Bisa Picu Kesan Diskriminatif

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya