Waketum Golkar: Kami Doakan Airlangga Hanya Jadi Saksi Bukan Tersangka
Golkar kedepankan azas praduga tak bersalah ke Airlangga
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Nurdin Halid mengatakan pemeriksaan Airlangga Hartarto pada Senin (24/7/2023) diperkirakan tidak akan berpengaruh pada elektabilitas partai. Sebab, sistem pemilu di Indonesia yakni memilih individu sebagai calon anggota legislatif, bukan mencoblos lambang partai.
"Karena itu adalah oknum pribadi Airlangga, bukan sebagai ketua umum Partai Golkar. Sekalipun itu tidak bisa dipisah. Tetapi, sistem pemilu kita saat ini memilih orang. Orang-orang kami adalah orang-orang terpilih yang diserahkan kepada rakyat untuk dipilih. Bukan malah rakyat diminta untuk mencoblos partai," ungkap Nurdin kepada media di Jakarta.
Sehingga, ia yakin pemeriksaan Airlangga kemarin tidak memberikan efek negatif bagi Golkar. Selain itu, Nurdin juga mengingatkan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Sehingga, harus mengedepankan azas praduga tak bersalah.
"Apalagi Beliau masih dipanggil dengan kapasitasnya sebagai saksi. Mudah-mudahan tidak menjadi tersangka. Itu doa kami semua dari para kadernya. Mudah-mudahan Beliau hanya dipanggil sebagai saksi karena jabatannya sebagai Menko Perekonomian, bukan karena sesuatu yang bertentangan dengan hukum," tutur dia.
Baca Juga: Airlangga Diperiksa Kejagung, Jokowi: Semua Harus Hormati Proses Hukum
1. Golkar andalkan popularitas caleg untuk menang Pemilu 2024
Lebih lanjut, Nurdin mengingatkan bahwa Golkar adalah parpol yang tidak mengandalkan kepada hasil pilpres. Kekuatan parpol dengan lambang pohon beringin itu bertumpu pada ketokohan dan para caleg yang dicalonkan.
"Jadi, nanti bukan elektabilitas partai (yang diutamakan) tetapi elektabilitas caleg yang dicalonkan. Sehingga, kekuatan Partai Golkar tidak hanya mengandalkan instrumen partai tapi mengandalkan popularitas para caleg yang dicalonkan oleh partai," tutur dia.
Pernyataan senada juga disampaikan oleh Waketum Golkar lainnya, Erwin Aksa. Ia justru mempertanyakan klaim data yang disampaikan oleh para senior di Golkar yang menyebut elektabilitas partai melorot hingga di angka 6 persen.
"Golkar itu di pemilu selalu nomor dua, kenapa? Karena caleg-calegnya yang kerja keras, tidak peduli siapapun ketua umumnya," ujar Erwin kepada IDN Times yang menghubungi lewat telepon pada Senin (24/7/2023).
Ia menyebut Wiranto yang mewakili Golkar dalam Pilpres 2004 lalu kalah. Ketika itu Wiranto berpasangan dengan Salahudin Wahid dan berhasil meraih 26,2 juta suara atau 22,15 persen.
Meski begitu, Jusuf "JK" Kalla terpilih sebagai wakil presiden mendampingi Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). JK sendiri merupakan kader Golkar dan akhirnya terpilih jadi ketua umum.
"Di Pemilu 2009, Pak JK kalah di pilpres tetapi Golkar berhasil duduk di peringkat kedua dengan suara terbanyak. Pada Pemilu 2014, Pak Aburizal Bakrie tidak dapat tiket (capres), Golkar tetap nomor dua. Ketika itu Golkar sempat ada di kubu Merah Putih dengan Pak Prabowo," ujarnya menjelaskan.
Baca Juga: 13 Jam Diperiksa Ekspor CPO, Airlangga Hartarto Jawab 46 Pertanyaan