TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Cerita di Balik Petisi Bulaksumur yang Kritisi Jokowi

Eks Ketua BEM UGM Gibran Muhammad ungkap hal ini

Sivitas akademika UGM yang terdiri dari guru besar, dosen, mahasiswa dan alumni membacakan Petisi Bulaksumur di Balairung UGM, Rabu (31/1/2024), (Dok. Humas UGM)

Jakarta, IDN Times - Mantan Ketua BEM Universitan Gadjah Mada (UGM) Gibran Muhammad menceritakan tentang inisiasi akademisi UGM yang mengajukan petisi Bulaksumur. Gibran memaparkan petisi itu ditujukan kepada Presiden Joko "Jokowi" Widodo sebagai alumni UGM untuk kembali kepada demokrasi yang adil. 

“Ada puluhan dosen, ada ratusan sivitas akademika yang berkumpul di ruang Balai Senat UGM, hanya untuk mengingatkan sang alumni,” ucap Gibran dalam siaran langsung Laporan Publik 2 Jaga Suara di YouTube Keep Talking, pada Kamis (23/2/2024), pukul 13.00 - 16.00 WIB.

Baca Juga: UGM Jelaskan Awal Munculnya Petisi Bulaksumur yang Kritisi Jokowi

1. Respons masyarakat sangat kejam terhadap petisi Bulaksumur

Sivitas akademika UGM yang terdiri dari guru besar, dosen, mahasiswa dan alumni membacakan Petisi Bulaksumur di Balairung UGM, Rabu (31/1/2024), (Dok. Humas UGM)

Gibran menyatakan bahwa para pengajar di UGM mendapatkan berbagai makian dari netizen terkait petisi Bulaksumur. 

“Saya sakit hati ketika dosen-dosen saya disebut dosen bayaran karena membuat petisi tersebut,” cetusnya.

Baca Juga: Respons Jokowi Dapat Petisi Bulaksumur Kembali ke Jalur Demokrasi

2. Petisi Bulaksumur jadi awal kebangkitan mahasiswa Indonesia

Petisi Peduli Demokrasi Sivitas Akademika Universitas Muhammadiyah Metro. (IDN Times/Istimewa).

Kemudian, Gibran menjelaskan bahwa ada berbagai petisi lain dari universitas-universitas di Indonesia yang bermunculan setelah Petisi Bulaksumur disebarluaskan.

Sebagai contoh, Universitas Islam Indonesia (UII) dan Universitas Indonesia (UI).

Namun, ia menuturkan bahwa petisi-petisi tersebut seperti diabaikan oleh negara. Menurutnya, Indonesia belum mampu menerima kekritisan dari para intelektual di negeri ini.

“Masih saja rezim dengan segala aparatur negaranya, dengan segala power yang dimiliki, dablek [keras kepala] dan ngeyel,” kata Gibran.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya