TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Hillary Brigitta Jadi Legislator Perempuan Gelar Doktor Hukum Termuda

Agus Harimurti Yudhoyono hadir dan beri sambutan

Hillary Brigitta Lasut (instagram.com/hillarybrigitta)

Jakarta, IDN Times - Anggota DPR RI, Hillary Brigitta Lasut, meraih rekor Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) sebagai anggota parlemen perempuan dengan gelar doktor hukum termuda.

Hillary berhasil menyelesaikan gelar doktornya di Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan (FH UPH).

Baca Juga: [WANSUS] Kisah Hillary Kena Omel Politisi Senior: Bocah Sok Idealis! 

1. Kerugian keuangan negara dinilai bisa diselamatkan dengan optimal

Hillary Brigitta Lasut saat pimpin sidang MPR (ANTARA NEWS)

Judul Hillary disertasi yang dia angkat adalah 'Penerapan Konsep Restorative Justice Dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi Pasca Putusan MK Nomor 25/PUU-XIV2016'.

Dalam risetnya, Hillary menegaskan bahwa restorative justice yang ia tawarkan berlaku pada tahap pra ajudikasi, yakni pada kelembagaan kepolisian, kejaksaan, dan KPK.

Di samping itu, orientasi utama restorative justice adalah agar kerugian keuangan negara bisa diselamatkan dengan optimal serta menjalankan putusan MK pada 2016, di mana ada perubahan paradigma dari awalnya potential loss menjadi actual loss pada pasal 2 dan 3 UU Tipikor.

Menurut dia, orientasi utama dari restorative justice tersebut adalah agar kerugian keuangan negara bisa diselamatkan dengan optimal.

"Penyelesaian korupsi melalui pemidanaan sudah tidak lagi relevan terutama pada pasal 4 UU Tipikor yang semestinya secara mutatis mutandis senafas dengan pasal 2 dan 3 UU Tipikor pasca Putusan MK tahun 2016," ucap Hillary dalam keterangannya, Minggu (13/8/2023).

2. Hillary usul batasi limit kejatahan korupsi yang pakai fasilitas restorative justice

Ilustrasi hukum. (IDN Times/Mardya Shakti)

Dalam konsep ini, Hillary menawarkan penyelesaian secara perdata khusus. Dia juga membatasi limit kejahatan Tipikor yang dapat menggunakan fasilitas restorative justice maksimal Rp1 miliar.

Menurutnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tetap harus menjadi lembaga netral mengeluarkan perhitungan hasil audit investigasi actual loss yang menunjukan ada atau tidaknya kerugian negara/daerah.

Oleh sebab itu, diperlukan beberapa revisi dari peraturan kepolisian, kejaksaan, yang masih belum mengakomodir Tipikor masuk di dalam penyelesaian perkara melalui restorative justice.

"Ke depannya tidak ada lagi kriminalisasi yang dibuat untuk merugikan salah satu pihak dikarenakan ada perbedaan politik yang tidak bisa di rekonsiliasi," tutur dia.

Baca Juga: ICJR Minta Hillary Brigitta Jadi Politisi yang Bisa Terima Kritik

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya