Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Mayor Teddy Indra Wijaya dilantik bersama Wakil Menteri Kabinet Merah Putih di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (21/10/2024). (IDN Times/Ilman Nafian).
Mayor Teddy Indra Wijaya dilantik bersama Wakil Menteri Kabinet Merah Putih di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (21/10/2024). (IDN Times/Ilman Nafian).

Intinya sih...

  • Kenaikan pangkat Teddy dari Mayor menjadi Letnan Kolonel dinilai kejanggalan oleh analis militer
  • Teddy belum memenuhi syarat pendidikan dan masa berdinas di militer untuk mendapat pangkat tersebut
  • Presiden Prabowo Subianto melantik Teddy sebagai Sekretaris Kabinet dengan latar belakang prajurit TNI aktif yang melanggar Pasal 47 UU Nomor 34 Tahun 2004 (UU TNI)
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Analis militer dari Universitas Nasional (Unas), Selamat Ginting, menilai kenaikan pangkat Teddy Indra Wijaya dari Mayor menjadi Letnan Kolonel penuh kejanggalan. Sebab, prajurit aktif TNI Angkatan Darat (AD) itu belum memenuhi syarat dari segi pendidikan dan masa berdinas di militer untuk mendapat pangkat tersebut.

Analisa itu berbeda dari pernyataan yang disampaikan TNI AD, yang menyatakan pemberian pangkat Letkol bagi Teddy telah sesuai aturan yang ada. 

"Untuk kenaikan pangkat, dihitung dari masa dinas perwira dan pendidikan. Lalu, akan dicek apakah dia mengikuti sekolah khusus dasar kecabangan, punya pendidikan pengembangan spesialisasi, Diklapa I (Pendidikan Lanjutan Perwira), Diklapa II dan yang paling tinggi di angkatan Seskoad, Seskoal dan Seskoau," ujar Ginting, Jumat (7/3/2025). 

Teddy sendiri diketahui merupakan lulusan Akademi Militer pada 2011. Ia melampaui enam angkatan di atasnya hingga bisa diberi pangkat Letnan Kolonel. 

"Celakanya Teddy Indra Wijaya juga belum lulus Diklapa II. Dia juga belum mengikuti Seskoad," tutur dia. 

Ginting menyebut untuk bisa mencapai pangkat Letkol, rata-rata lulusan Akmil membutuhkan waktu sekitar 18 tahun. Artinya, Teddy diperkirakan baru bisa diberikan pangkat Letkol pada 2029, itu pun bila kariernya di dunia militer berjalan mulus. 

"Persoalannya bila tidak mengikuti Seskoad, maka ia membutuhkan waktu 20 tahun (untuk naik ke pangkat Letkol). Bila tidak lulus Diklapa II, hanya mengikuti Diklapa I, maka membutuhkan waktu lebih lama lagi yaitu 22 tahun. Artinya, Teddy Indra Wijaya baru bisa diangkat jadi Letkol 22 tahun pascamasa dinas perwiranya atau di tahun 2033," katanya.

1. Angkatan Akmil era Teddy baru dapat pangkat Mayor 1 April 2025

Letnan Kolonel Teddy Indra Wijaya ketika bertemu Presiden Joe Biden. (Dokumentasi Sekretariat Presiden)

Lebih lanjut, Ginting mengatakan, teman satu angkatan Teddy di Akmil baru mendapatkan pangkat Mayor pada 1 April 2025.

"Dalam pandangan saya, kenaikan pangkat Teddy ke Mayor, sejak awal juga sudah menyalahi aturan, apalagi ke (pangkat) Letnan Kolonel," kata dia. 

Di sisi lain, Ginting mengatakan, Teddy bukan lulusan Akmil terbaik di angkatannya atau meraih penghargaan Adhi Makayasa. Peraih Adhi Makayasa 2011 adalah Kapten Hendrik P. Hutagalung, yang pangkatnya masih kapten dan baru akan mendapat kenaikan pangkat pada April mendatang. 

"Kapten Hendrik ini juga lulusan luar negeri dan selalu menjadi yang terbaik, ketika berada di Australia atau Amerika Serikat," tutur dia. 

Di bawah Kapten Hendrik, lulusan terbaik kedua di Akmil angkatan 2011 adalah Kapten Infanteri Mochammad Arief Wibisono. 

2. Teddy dinilai serakah dengan menjabat di sipil dan militer

Sekretaris Kabinet, Letnan Kolonel Teddy Indra Wijaya. (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.)

Ginting juga menyoroti sikap Teddy yang memilih tetap menjadi prajurit TNI aktif meski kini menjabat sebagai Sekretaris Kabinet. Kini, pangkatnya di TNI malah mengalami kenaikan. Padahal, langkah Presiden Prabowo Subianto yang melantik Teddy sebagai Seskab dengan latar belakang prajurit TNI aktif sudah melanggar Pasal 47 UU Nomor 34 Tahun 2004 (UU TNI). 

"Melihat kasus Teddy ini kelihatan seperti orang kemaruk, serakah. Mau jabatan sipil tapi pangkat militernya naik terus. Ini kan sangat tidak mendidik," ujar Ginting. 

Di sisi lain, Teddy ditempatkan sebagai Wakil Komandan Batalyon Inf Kostrad Para Raider 328 sejak 2024. Tetapi, ironisnya posisi tersebut tak pernah diisi Teddy lantaran ia sibuk mengawal Prabowo yang ketika itu menjabat sebagai Menteri Pertahanan dan Presiden. 

"Seharusnya posisi itu diberikan saja kepada individu yang lain sehingga posisi tersebut tidak kosong," tutur dia. 

Ginting juga menyoroti rekam jejak Teddy yang belum pernah ditempatkan di sejumlah satuan TNI AD. Pengalaman itu, kata dia, tidak akan menempa Teddy menjadi calon pemimpin yang matang. 

"Itu terlihat dari gerakan Teddy ketika mengawal Prabowo, perilakunya masih menunjukkan perilaku asisten ajudan presiden. Pangkat untuk menjadi ajudan presiden itu seharusnya Letkol senior menjelang Kolonel. Sedangkan, (posisi) Teddy seharusnya kapten menjelang Mayor," katanya. 

3. Prabowo rela menabrak aturan militer dan memberi keistimewaan untuk Teddy

Presiden RI Prabowo Subianto dan Presiden Turkiye Recep Tayyip Erdogan melakukan pertemuan bilateral di Istana Kepresidenan Bogor, Rabu (12/2/2025). (youtube.com/Sekretariat Presiden)

Ginting juga menyayangkan sikap Presiden Prabowo Subianto yang menabrak aturan dengan melantik Teddy sebagai Sekretaris Kabinet. Padahal, ia bisa meminta Teddy mundur lebih dulu dari institusi militer. Mirisnya lagi, Prabowo yang datang dari dunia militer malah menabrak aturan tersebut. 

"Ini kan jadi mirip dengan kasus Gibran Rakabuming Raka. Dia tidak memenuhi syarat untuk maju jadi wakil presiden tapi peraturannya diubah. Ini kan juga sama. Hanya untuk seorang Teddy aturan itu diubah atau dipaksakan," katanya. 

Ginting mengatakan kebijakan Prabowo dengan melanggar UU TNI dinilai berbahaya. Sebab, hal itu bisa membuka pintu digelar hak angket di parlemen. 

Selain itu, Ginting mengaku sering menjadi tempat curhat bagi perwira di TNI, termasuk rekan satu angkatan dan senior-senior Teddy di Akmil soal pelanggaran UU TNI. 

"Mereka tidak berani protes, hanya ngedumel. Mereka juga tak bisa berbuat apa-apa dengan praktik pelanggaran (di TNI). Ini menjadi contoh buruk di masa depan," tutur dia. 

Editorial Team