Jakarta, IDN Times - Bakal capres dari Partai Nasional Demokrat, Anies Baswedan akhirnya angkat bicara soal ramainya isu kontrak politik dan perjanjian utang piutang. Ia mengakui memang ada kontrak politik dengan Prabowo Subianto yang berisi tidak akan maju di pilpres seandainya Ketua Umum Partai Gerindra ikut nyapres.
Namun, menurut Anies, janji itu sudah ia tunaikan di Pemilu 2019. Ia memilih menuntaskan masa jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta sejak terpilih pada 2017 lalu.
"Sebenarnya sederhana, ketika itu saya sampaikan bahwa saya akan fokus bekerja di Jakarta selama lima tahun. Sesudah Pilkada 2017 kan ada pilpres tahun 2019. Jadi, saya sampaikan, tidak akan tengok kanan dan kiri. Saya akan full lima tahun di Jakarta, karena itu saya memilih tidak mengikuti pilpres (2019)," ungkap Anies ketika berbicara di program siniar Merry Riana yang tayang di YouTube pada Sabtu, (11/2/2023).
Di sisi lain, Anies justru mengungkap tawaran yang datang dari Prabowo pada 2018 lalu. Ia mengatakan pada Pilpres 2019, bukan Sandi pilihan pertamanya sebagai cawapres.
Pria yang kini menjabat sebagai Menteri Pertahanan itu sempat menawarkan Anies menjadi cawapres untuk ikut di Pilpres 2019. Namun, tawaran Prabowo itu ditolak secara baik-baik oleh Anies.
"Jadi, ketika di 2018, saya diajak untuk menjadi wakil atau pasangannya Pak Prabowo, saya sampaikan ke Beliau; 'Pak Prabowo terima kasih untuk undangannya. Ini sebuah kehormatan. Tapi saya sudah punya komitmen untuk menyelesaikan (tugas) di Jakarta selama lima tahun'. Itu kalimat saya," ujarnya menirukan kembali pernyataan yang disampaikan lima tahun lalu ke Prabowo.
Anies seolah tak ingin mengikuti rekam jejak Joko Widodo yang meninggalkan jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta pada 2014 lalu lantaran ikut nyapres. Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu menyebut tak ingin mengkhianati janji yang sudah ia teken dengan warga DKI Jakarta.
"Karena janji saya dengan warga Jakarta. Saya banyak tanda tangan kontrak politik," katanya lagi.
Apakah kontrak politik dengan Prabowo soal maju sebagai capres hanya berlaku pada pilpres 2019 saja?