Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Bacapres dari Koalisi Perubahan untuk Indonesia, Anies Baswedan saat wawancara khusus di acara Real Talk with Uni Lubis, Senin (15/5/2023). (IDN Times/Alya Achyarini)

Jakarta, IDN Times - Calon presiden dari Koalisi Perubahan, Anies Baswedan, menepis persepsi yang berkembang di media sosial bahwa ia mendukung Israel dengan melempar usul agar anak-anak dari Palestina dibawa masuk sementara waktu ke Indonesia.

Persepsi itu berkembang dengan cepat di media sosial lantaran bila anak-anak Palestina dibawa ke Indonesia, justru hal tersebut yang diinginkan oleh Israel. Saat jumlah penduduk di Palestina berkurang dan bahkan kosong, maka Israel bisa dengan mudah mencaplok wilayah yang tersisa di sana. 

"Enggak bener sama sekali (mendukung Israel). Itu kami lebih banyak memberikan kesempatan pendidikan. Supaya anak-anak di sana bisa dapat kesempatan bersama-sama di Indonesia. Kan ada yang (mukim) di Tepi Barat, ada yang di Gaza. Jadi, itu salah satu cara untuk bisa memfasilitasi persoalan di internal yang mereka hadapi," ujar Anies ketika menjawab pertanyaan IDN Times di rumah pemenangan, Jakarta Pusat, Selasa (14/11/2023). 

"Jadi, jauh sekali niat kami dari persepsi itu (yang ada di media sosial)," tutur dia lagi. 

Usulan Anies itu disampaikan ketika ia memaparkan kebijakan luar negerinya seandainya ia terpilih sebagai presiden di Pemilu 2024. Untuk mewujudkan perdamaian antara Palestina dan Israel, mantan Gubernur DKI Jakarta itu menyarankan agar fokus untuk menciptakan persatuan lebih dulu di internal Palestina. 

1. Terima anak-anak dari Palestina adalah bentuk kebijakan aktif luar negeri RI

Bakal capres dari Koalisi Perubahan, Anies Baswedan ketika mendatangi RS Fatmawati untuk melalui tes kesehatan. (Dokumentasi tim media Anies)

Sebelumnya, menurut Anies, membawa masuk anak-anak Palestina ke Indonesia sementara waktu sebagai salah satu cara Indonesia bisa ikut berpartisipasi langsung dalam mencari solusi konflik Hamas dengan Israel. Sebelum mendamaikan dua pihak berseberangan, Anies mengusulkan agar menyatukan dulu faksi-faksi di internal Palestina. 

Apalagi seperti yang diketahui, saat ini masih terjadi perpecahan antara faksi Fatah dan Hamas. Bila persatuan sudah tercipta di Palestina, maka perundingan akan lebih kuat. 

"Menurut saya peran Indonesia di situ. Proaktif menyatukan Palestina. Ini yang bisa dikerjakan bersama Palestina," ujar Anies seperti dikutip dari YouTube CSIS pada pekan lalu. 

Ia kemudian mengusulkan untuk membawa masuk anak-anak Palestina ke Indonesia. "Anak-anak dari Palestina, dari kelompok Gaza (Hamas), Fatah dan lain-lain, apa susahnya mereka dibawa ke sini? Supaya mereka bisa melihat kehidupan di sini. Jumlah (anak) yang dibawa masuk bisa ratus, bisa ribuan, tinggal di sini. Mereka bisa melihat situasi kita yang tenang dan teduh. Pengalaman itu akan mereka bawa pulang, sehingga (diingat) terus dan panjang," katanya lagi. 

Ia menyadari, proaktif untuk menyatukan berbagai faksi di Palestina sangat sulit. Namun, menurut Anies, dengan membawa anak-anak Palestina masuk maka sama saja dengan berinvestasi terhadap anak-anak tersebut. 

"Jadi, proaktifnya tidak hanya di level politik tapi di level pendidikan, kultural, di sisi mana yang mampu di-reach out oleh Indonesia. Di sisi Palestina, kita jelas bisa reach out. Tujuannya, membantu mempercepat persatuan Palestina," katanya. 

Menurut Anies, bila Palestina tidak bersatu maka sulit melawan penjajahan Israel. 

2. Anies menilai mustahil Indonesia bisa damaikan Israel-Palestina

Ilustrasi demonstrasi Palestina merdeka (pexels.com/TIMO)

Lebih lanjut, Anies mengatakan, Indonesia tidak perlu berpura-pura bisa menyelesaikan konflik Israel dengan Palestina. Upaya itu sudah pernah dicoba oleh mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Bill Clinton, dan tidak berhasil. 

"Kita tidak usah berpretensi bisa menyelesaikan konflik Israel dengan Palestina. Itu jauh sekali dari sisi kemampuan dan kapasitas kita. Bill Clinton mencoba pada tahun 2000. Mereka dikumpulkan di Camp David. Perdana Menteri Ehud Barak di situ, Presiden Yaser Arafat di situ," kata dia.

Kemudian ketika berada di Camp David, mereka sepakat menjadi negara yang hidup berdampingan yakni dengan meneken perjanjian Two State Solution. "Tetapi, ketika mereka pulang ke kampung masing-masing, yang terjadi malah breakdown (diingkari)," tutur dia lagi. 

Maka, kata Anies, berkaca dari situasi di Indonesia sendiri, tidak mungkin ada peperangan yang menghasilkan perdamaian. "Sebab, perdamaian itu dimulai dari negosiasi politik. Kita baru berhenti perang ketika perjanjian KMB (Konferensi Meja Bundar) tahun 1949 diketok," katanya. 

3. Anies bangga Pemerintah Indonesia tetap teguh dukung kemerdekaan Palestina

Anies Baswedan hadiri Aksi Damai Bela Palestina di Monas pada Minggu (5/11/2023). (youtube.com/tvOneNews)

Meski begitu, Anies mengaku bangga dengan sikap Pemerintah Indonesia yang tetap konsisten untuk mendukung Palestina meraih kemerdekaannya. Hal itu ia sampaikan ketika ikut dalam Aksi Bela Palestina di Lapangan Monas pada akhir pekan lalu.

Ratusan ribu orang terlihat ikut berkumpul di sana. Ia menegaskan, dunia harusnya dapat menerima pesan besar dari Tanah Air ini.

“Saya bangga sekali dengan Bangsa Indonesia. Saya bangga dengan saudara-saudara saya yang memilih untuk datang ke sini, jumlahnya luar biasa banyak. Memenuhi Monas mengirimkan pesan kepada dunia bahwa Indonesia tidak membiarkan saudaranya yang berada di Palestina itu, dalam situasi teraniaya seperti kita hari ini," kata Anies pada Minggu kemarin.

Anies menyebut, sudah ada sekitar 10 ribu orang yang meninggal dunia akibat serangan militer Israel ke Palestina. Bahkan, 40 persen di antaranya adalah anak-anak.

“Karena itu aksi kita hari ini semoga akan bergaung ke seluruh dunia. Mengirimkan pesan bahwa dari negeri paling timur di bentangan benua ini, di tempat matahari terbit, di situ terbit semangat perjuangan untuk membebaskan Palestina," tutur dia lagi. 

Editorial Team