potret Annisa Pohan dampingi Ibu Iriana di acara PKK (instagram.com/annisayudhoyono)
Mulai dari masa pemerintahan orde lama hingga era reformasi kepemimpinan Presiden Joko "Jokowi" Widodo, setiap presiden yang menjabat selalu memiliki istri sebagai pendamping kepala negara.
Bahkan, Ibu Tien Soeharto, sebagai ibu negara era orde baru, membentuk sebuah organisasi khusus istri pejabat di Indonesia, yang bernama Dharma Wanita Persatuan.
Organisasi yang berdiri sejak 5 Agustus 1974 itu telah menggelar Musyawarah Nasional IV pada 12-13 Desember 2019, dengan keputusan sebagai berikut:
- Ketua Umum: dijabat oleh istri menteri aparatur negara
- Ketua DWP: dijabat oleh isteri sekjen/ sesmenko/ sesmen/ sestama/ sekda
- Pengurus DWP: dijabat oleh isteri ASN aktif
- Ketua DWP Provinsi/ Kab/ Kota/ Kec/ Kel: dijabat oleh seseorang yang sebelumnya dipilih sebagai ex-oficio dengan masa jabatan mengikuti masa jabatan suami
- Dewan Kehormatan DWP: dijabat oleh isteri Mantan Presiden dan Wakil Presiden dan Mantan Ketua Umum
- Dewan Penasihat: Penambahan Ketua MK, Ketua KY, dan pejabat setingkat Menteri.
Adapun, peran ibu negara sangat melekat pada Ibu Tien Soeharto yang dikenal sebagai pemberi nasihat kepada sang suami, Soeharto, Presiden kedua RI. Sosok ibu negara ini juga berperan penting dalam keputusan Soeharto soal Tunjangan Hari Raya (THR).
Kemudian, mendiang Ani Yudhoyono, ibu negara dari Presiden keenam RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Dalam buku biografi berjudul “10 Tahun Perjalanan Hati” tentang kisahnya, ia menceritakan sering mencatat keluhan rakyat yang disampaikan saat menemani SBY kunjungan kerja. Selain itu, Ibu Ani Yudhoyono juga pernah mendirikan Gerakan Tanam dan Pelihara 10 Juta Pohon di Indonesia pada 2007.
Berlanjut pada era kepemimpinan Presiden Jokowi, Iriana sebagai ibu negara juga melakukan peranan penting, seperti mendampingi Jokowi blusukan ke daerah-daerah, hingga menemaninya bertemu pemimpin dari berbagai belahan dunia.
Karena itu, sosok first lady di Indonesia sudah melekat dan dianggap penting keberadaannya, terutama untuk menemani presiden saat bertemu dengan petinggi negara lain.
Kendati, jurnal penelitian Dhiksita & Landra (2019) juga menyebutkan bahwa pakar hukum tata negara yang mencalonkan diri sebagai calon wakil presiden nomor urut tiga, Mahfud MD, pernah menuliskan dalam akun media sosialnya, bukan menjadi masalah jika presiden tidak memiliki pendamping, karena tidak ada dasar hukum yang mengaturnya.