Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Asisten Kapolri bidang Sumber Daya Manusia (AsSDM) Polri Irjen Anwar (Dok. YouTube Humas Polri)
Asisten Kapolri bidang Sumber Daya Manusia (AsSDM) Polri Irjen Anwar (Dok. YouTube Humas Polri)

Intinya sih...

  • Polri belum menemukan formula dan alat pendeteksi LGBT

  • Paparan LGBT baru terdeteksi ketika sudah terjadi permasalahan

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Kepolisian Republik Indonesia (Polri) mengakui adanya anggota yang Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT). Anggota tersebut langsung diberikan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) atau dipecat.

Hal ini disampaikan Asisten Kapolri Bidang Sumber Daya Manusia (AsSDM) Polri Irjen Anwar, dalam diskusi ‘Rekonstruksi Jati Diri Bangsa Merajut Nusantara untuk Mewujudkan Polri Sadar Berkarakter.’

“Apakah (LGBT) ada di polisi? Ada. Ada yang sudah dipecat, ada yang didemosi dan macam sebagainya. Kalau masalah data, barangkali nanti kita bisa langsung di balik layar, kita bisa berbicara data,” kata Anwar dalam diskusi yang disiarkan secara daring melalui akun YouTube Divisi Humas Polri, dikutip Senin (27/10/2025). 

1. Polri belum menemukan formula dan alat pendeteksi LGBT

Ilustrasi LGBT (IDN Times/Arief Rahmat)

Anwar mengatakan, hingga saat ini Polri belum menemukan formula untuk mendeteksi dugaan awal LGBT. Hal itu perlu dilakukan saat proses rekrutmen.

“Belum lagi yang sampai sekarang belum ketemu formulanya, yaitu rekrutmen anggota Polri untuk bisa menilai keterlibatan yang akhir-akhir ini sedang menjalar, LGBT,” ujar Anwar.

“Pertanyaannya adalah, saya masih mencari di mana sih alat untuk bisa mendeteksi itu. Rupanya kita belum punya. Mungkin nanti kita mencari ke situ,” lanjut dia.

2. Paparan LGBT baru terdeteksi ketika sudah terjadi permasalahan

Ilustrasi LGBT (IDN Times/Arief Rahmat)

Selama ini, Polri hanya bisa menelusuri riwayat anggota melalui jejak digital, sosial, lingkungan dan lain sebagainya. Namun hal itu masih sulit untuk menemukan paparan LGBT.

“Tapi memang sulit mencari itu. Ketemunya kalau sudah terjadi permasalahan dan polisi sekarang tidak menoleransi hal seperti itu. Akhirnya begitu terjadi, ketahuan, ya, sudah diproses, lalu PTDH. Tapi tidak ada alat untuk mendeteksi, anak ini akan terpapar,” ujar Anwar.

3. Anggota Polri terlibat radikalisme

ilustrasi radikalisme (IDN Times/Aditya Pratama)

Selain LGBT, Polri juga mengakui adanya anggota yang terpapar radikalisme. Salah satu kasus yang disebutkan Anwar, yakni adanya polwan yang terpapar radikalisme dari media sosial.

“Apakah Polri sudah terpapar? Iya. Kita harus akui. Karena di sini banyak polwan juga, beberapa tahun yang lalu, ada polwan kita, adik-adik kita yang terpapar radikal, cukup dengan medsos,” kata Anwar.

“Dengan medsos dicuci otaknya, kemudian dia siap keluar menjadi kelompok mereka. Ada dua di Maluku Utara, kita masih ingat kan? Masih. Mereka rela keluar untuk jadi di kelompok mereka,” lanjut dia.

Tak hanya polwan, Anwar juga menyebut kasus lainnya, yakni Polisi Cinta Sunnah (PCS).

Mereka didoktrin untuk melaksanakan sunnah Nabi Muhammad SAW.

“Karena memang untuk masuk ke sebuah kegiatan itu harus menunjukkan yang benar, yang ujungnya adalah wahabi. Wahabi itu apa? Teroris. Di sini ada di kepolisian,” kata Anwar.

“Sehingga dalam membina karakter kita melakukan kegiatan setiap Kamis itu adalah Zoom dengan menggunakan kegiatan keagamaan, agama apa pun yang ada di Indonesia, agama apa pun yang dianut oleh Polri. Karena kalau mereka bisa mencuci otak dengan medsos, maka kita juga gunakan medsos untuk mencuci otak anggota kita yang benar untuk mengimbangi,” ucap dia.

Editorial Team