Begini Potret Pendidikan Profesi Guru bagi Guru PAI di Kemenag

Jakarta, IDN Times - Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) pada Kementerian Agama diberi mandat oleh pemerintah untuk menyelenggarakan pendidikan akademik sarjana pendidikan dan Pendidikan Profesi Guru (PPG). Namun, program sertifikasi guru bagi Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) itu tidak lepas dari persoalan.
Keluhan dari ribuan GPAI yang belum tersertifikasi seolah tak pernah surut. Sejak digulirkan program sertifikasi tahun 2007 dengan model portofolio hingga perubahan model Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) dan kemudian berubah menjadi Pendidikan Profesi Guru (PPG) ternyata masih menyisakan persoalan.
“Persoalan tersebut menjadi dasar yang melatarbelakangi penelitian yang berjudul ‘Implementasi Penyelenggaraan Pendidikan Profesi Guru bagi Guru Pendidikan Agama Islam di Indonesia’. Penelitian ini akan mencoba mengurai bagaimana pelaksanaan PPG bagi GPAI dari regulator, sasaran, dan implementor dengan berbagai aspek seperti: pembiayaan, pelaksanaan sistem aplikasi daring dan tatap muka, akomodasi dan konsumsi, kurikulum, kepesertaan, serta aspek regulasi dan kebijakan itu sendiri,” bunyi ringkasan penelitian tersebut.
1. Kemenag sulit memberikan kesempatan bagi guru-guru PAI untuk segera bersertifikat
Menurut data yang dilansir Direktorat PAI Kementerian Agama, khusus untuk guru PAI saja yang belum mengikuti PPG mencapai 130.089. Sementara itu, kuota yang tersedia rata-rata berkisar 2000-3000 orang per tahun. Bila mengacu kepada UU No. 14 Tahun 2005 dan PP No.13 Tahun 2015 setiap guru diharuskan bersertifikat sebagai bukti formal yang diakui menjadi guru profesional.
“Artinya sertifikasi merupakan keniscayaan yang diharuskan menurut undang-undang. Dalam hal ini negara harus memfasilitasinya dengan menyediakan kuota yang memadai. Untuk kasus guru PAI, sangat sulit bagi Kementerian Agama memberikan kesempatan kepada guru-guru PAI untuk segera bersertifikat. Dibutuhkan waktu lebih dari 40 tahun untuk menuntaskan 130.089 guru yang belum bersertifikat jika rata-rata kuotanya hanya 3.000 orang per tahun,” sebut penelitian itu.