Mohammad Hatta dan Sutan Sjahrir (Repro buku Sjahrir: Peran Besar Bung Kecil/Historia)
Meskipun tidak lagi menjadi perdana menteri Indonesia pada 1947, Syahrir tetap aktif memperjuangkan kedaulatan Indonesia di forum Internasional. Hal itu ia lakukan ketika ia ditunjuk sebagai perwakilan Indonesia di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bersama Agus Salim.
Ketika Indonesia terus digempur agresi militer Belanda 1947, Syahrir berpidato mengenai kedaulatan Indonesia dan perjuangan bangsa merebut kemerdekaan. Diplomasi Republik Indonesia kemudian membuat PBB ikut campur dalam masalah Indonesia-Belanda, yang kemudian mendesak negeri kincir angin mengakui kedaulatan Indonesia.
Sutan Syahrir kemudian dikenal sebagai diplomat muda yang ulung berkat pidatonya ketika ia mewakili Indonesia di sidang umum PBB. Bahkan, beberapa wartawan menyebut Syahrir dengan julukan The Smiling Diplomat. Setelah tidak lagi menjabat sebagai perdana menteri, Syahrir kemudian menjadi penasihat Presiden Sukarno dan juga sebagai Duta Besar untuk Indonesia.
Namun, pada 1955, hubungan Syahrir dengan Presiden Sukarno mulai renggang dan memburuk. Pada 1962, ia ditangkap dan dipenjara tanpa pernah diadili hingga 1965, ia kemudian menderita penyakit stroke. Akhirnya pemerintah ketika itu mengizinkan Syahrir berobat di Zurich, Swiss.
Hingga pada 9 April 1966, Sutan Syahrir akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya, dan jenazahnya dimakamkan di Taman Makan Pahlwan Kalibata, Jakarta.
Itu tadi biografi Sutan Syahrir yang dikenal sebagai diplomat di balik kemerdekaan RI.