Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
BMKG Ungkap Potensi Cuaca Ekstrem saat Nataru, Ada Anomali Atmosfer
Lintas kementerian dan lembaga menggelar rapat membahas berbagai isu, di antaranya mengenai persiapan Natal dan Tahan Baru 2026, serta bencana yang melanda di berbagai titik Pulau Sumatra. Rapat tersebut digelar di Kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta Pusat, Senin (1/12/2025) pagi (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Intinya sih...

  • Berbagai rentetan ancaman cuaca ekstrem saat Nataru, termasuk fenomena Monsun Asia, anomali atmosfer, dan seruak dingin dari Siberia.

  • BMKG mewanti-wanti adanya bibit siklon yang berkembang menjadi siklon tropis di Indonesia.

  • Bencana hidrometeorologi alami peningkatan selama 16 tahun terakhir, terutama di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Teuku Faisal Fathani, mengungkap adanya potensi cuaca ekstrem saat Natal dan Tahun Baru (Nataru). Cuaca ekstrem berpotensi terjadi mulai pekan ketiga Desember 2025 sampai pekan kedua Januari 2026.

Hal tersebut disampaikan Faisal dalam rapat koordinasi lintas kementerian, lembaga, dan kepala daerah di Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, Senin (1/12/2025).

"Saat ini kita lihat bagaimana apa yang akan kita hadapi dalam periode Nataru tahun ini, yaitu mulai dari minggu ketiga Desember hingga memasuki minggu kedua Januari," kata dia.

1. Berbagai rentetan ancaman

Tim Basarnas saat melakukan pencarian korban banjir dan longsor di Aceh. (Dokumentasi Basarnas untuk IDN Times)

Faisal memaparkan, berbagai rentetan ancaman yang akan dihadapi Indonesia saat Nataru. Pertama adalah adanya fenomena Monsun Asia, yang akan meningkatkan curah hujan.

Kedua, ada anomali atmosfer yang dinamakan Madden Julian Oscillation.

"Ini juga akan meningkatkan curah hujan di beberapa tempat," tuturnya.

Ketiga, seruak dingin dari Siberia yang juga akan meningkatkan curah hujan di Indonesia.

"(Keempat) gelombang atmosfer yang datang dari sebelah barat, Kelvin, hingga yang dari sebelah timur, Rossby Equator, ini juga akan memperkuat terjadinya anomali cuaca yang menyebabkan hujan ekstrem," tutur Faisal.

2. Indonesia mulai terbangkit adanya bibit siklon

Kementerian Sosial (Kemensos) kembali menyalurkan bantuan bencana di Provinsi Aceh, Sumatera Utara (Sumut), Sumatera Barat (Sumbar) senilai total Rp19.099.409.350. (Dok. Kemensos)

Selain itu, BMKG juga mewanti-wanti mulai bangkitnya bibit siklon yang berkembang menjadi siklon tropis.

"Selanjutnya ini perhatian kita saat ini, yaitu Indonesia yang mulai terbangkit adanya bibit siklon dan terjadi berkembang menjadi dewasa menjadi siklon tropis. Walaupun ini adalah fenomena yang tidak lazim di daerah ekuator, tapi ternyata kita alami beberapa kali," tutur Faisal.

3. Bencana hidrometeorologi alami peningkatan 16 tahun terakhir

Banjir terjadi di daerah Kabupaten Padang Pariaman (Foto: Dok BPBD Sumbar)

Dalam kesempatan itu, Faisal mengatakan, bencana hidrometeorologi di Indonesia mengalami peningkatan selamat 16 tahun terakhir.

"Yang perlu kita cermati adalah tren dari bencana hidrometeorologis yang cenderung naik dalam 16 tahun terakhir," kata dia.

Bencana hidrometeorologi paling banyak terjadi di daerah Jawa Barat. Kemudian disusul berturut-turut Jawa Tengah, Jawa Timur, Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat, dan Sulawesi Selatan.

"Kemudian jika kita kulik lebih dalam, bahwa di Jawa Barat sendiri ini yang paling banyak terjadi adalah hujan ekstrem, kemudian dilanjutkan yang warna oranye adalah angin kencang. Nah ini di Jawa Barat, kemudian Jawa Tengah, Jawa Timur," tuturnya.

Editorial Team