Gedung LPSK (IDN Times/Dini Suciatiningrum)
Achmadi menjelaskan, LPSK hanya berwenang menghitung dan mengusulkan nilai restitusi atau ganti kerugian yang dibayarkan pelaku tindak pidana kepada korban berdasarkan putusan pengadilan. Hal ini sesuai dengan mandat yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
“LPSK tidak memiliki kewenangan untuk mencairkan dana investasi, tabungan, atau aset korban,” ujarnya.
Kasus Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya Cipta merupakan perkara tindak pidana penipuan dan penggelapan dana investasi dengan total kerugian mencapai triliunan rupiah, yang juga dikaitkan dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Ribuan masyarakat menjadi korban akibat kegiatan penghimpunan dana ilegal yang dilakukan di luar ketentuan perbankan dan pasar modal.
Dalam konteks tersebut, LPSK masih melakukan penelaahan dan pengumpulan permohonan perlindungan fasilitasi restitusi dari para korban kasus Indosurya. Proses ini dijalankan sesuai ketentuan hukum, transparan, dan tanpa pungutan biaya apa pun dari korban.
LPSK mengingatkan bahwa perbuatan memalsukan dokumen lembaga negara dan menyebarkan berita bohong merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016.
“LPSK mengajak masyarakat untuk tidak menindaklanjuti surat atau pesan yang mencatut nama pejabat lembaga dan segera melaporkannya kepada Kepolisian RI atau Humas LPSK melalui Instagram resti LPSK @infolpsk,” ujar Achmadi.