CSIS: Kabinet Prabowo Gemuk Demi Stabilitas di Parlemen dan Luar DPR

Intinya sih...
- Koalisi partai politik yang mendukung Prabowo-Gibran tidak terlalu gemuk, dengan 69,14% parpol pendukung pemerintah diberi kursi menteri.
- Alasan Prabowo membentuk kabinet gemuk termasuk stabilitas politik di parlemen dan luar DPR, namun ada potensi konflik kepentingan di dalam kabinet.
- Kabinet yang gemuk akan menambah beban biaya ke anggaran negara, sementara kapasitas fiskal semakin mengecil, sehingga perlu dilakukan reformasi subsidi energi.
Jakarta, IDN Times - Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial di Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Arya Fernandes mengatakan koalisi partai politik yang menyokong pemerintahan Prabowo-Gibran tidak terlalu gemuk. Ini berdasarkan jumlah kursi di parlemen dari parpol pendukung Prabowo.
Namun, ia tak membantah jumlah menteri dan wakil menteri yang dimiliki oleh pemerintahan Prabowo-Gibran paling gemuk di era reformasi. Pernyataan Arya tersebut didukung dengan data bahwa jumlah koalisi parpol pendukung pemerintah di kabinet pada era kedua Presiden Joko "Jokowi" Widodo justru lebih gemuk dibandingkan Prabowo.
"Ada 91,30 persen parpol pendukung pemerintah yang duduk sebagai menteri di kabinet. Bila dibandingkan dengan koalisi pendukung parpol pemerintah di era Prabowo yang diberi kursi menteri yakni 69,14 persen," ujar Arya ketika dihubungi pada Sabtu (26/10/2024).
Pada periode kedua pemerintahan Jokowi, tersisa Partai Keadilan Sejahtera (PKS) saja yang tidak bergabung di dalam kabinet. Sedangkan, di periode pertama Prabowo, PDI Perjuangan dan NasDem tidak mengirimkan kader-kadernya ke kabinet.
PKS yang menyatakan dukungan belakangan ke Prabowo-Gibran hanya diberi jatah satu kursi. PKS merekomendasikan akademisi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) dan bukan kadernya langsung.
1. Prabowo bentuk kabinet gemuk karena Gerindra bukan pemenang pemilu legislatif
Lebih lanjut, Arya menjelaskan beberapa alasan Prabowo memilih untuk membentuk kabinet gemuk. Pertama, Gerindra bukan pemenang di pemilu legislatif 2024. Berdasarkan keputusan resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU), Gerindra hanya mendapatkan 86 dari 580 kursi di parlemen.
Itu artinya hanya sekitar 14 persen. Maka, dikhawatirkan program-program yang sudah disusun, kata Arya, berpotensi terhambat bila semua kubu tidak dirangkul.
"Alasan kedua, kabinet Pak Prabowo gemuk karena desain tim kampanye juga gemuk," kata Arya.
Alasan ketiga, kabinet diduga sengaja dibuat gemuk karena ada kebutuhan dari Prabowo untuk memastikan stabilitas politik di parlemen dan di luar DPR.
Di sisi lain, kabinet yang gemuk turut menimbulkan sejumlah implikasi negatif. Pertama, akan ada perebutan akses-akses pada program strategis pemerintah yang dapat mempengaruhi pemilih di pemilu. Perebutan itu, kata Arya, akan terjadi di antara para elite parpol.
Dampak negatif kedua, akan ada kompetisi internal di antara partai-partai koalisi pendukung. "Ini diprediksi akan terjadi di tahun ketiga kabinet bekerja. Karena tahun pertama akan ada penyesuaian nomenklatur kabinet. Tahun kedua mulai bekerja," imbuhnya.
Implikasi ketiga, ada potensi konflik kepentingan yang besar di dalam kabinet. Sebab, sejumlah menteri dan wamen terasosiasi kepada kelompok kepentingan bisnis tertentu.
"Pertanyaannya, bagaimana menteri-menteri dan wamen meminimalisasi potensi konflik kepentingan ini," katanya.
2. CSIS usulkan ada reformasi subsidi energi untuk tambah kapasitas fiskal
Lebih lanjut, Direktur eksekutif CSIS, Yose Rizal Damuri memahami dengan adanya kabinet yang gemuk bakal menambah beban biaya ke anggaran. Sementara, kapasitas fiskal di APBN semakin mengecil.
"Sekitar 18 persen dari anggaran kita sudah dipakai untuk membayar bunga, utang, dan cicilan dari utang itu sendiri. Akan ada utang jatuh tempo yang harus dibayar sekitar Rp800 triliun pada 2025. Itu saja sudah memakan porsi yang cukup besar di sana," ujar Yose di dalam pemaparan pada Jumat kemarin.
Ia pun mengusulkan agar pemerintah meninjau kembali subsidi energi yang selama ini diberikan. Prabowo, kata Yose, sudah menyampaikan di dalam pidato pelantikannya bahwa subsidi harus diberikan lebih terarah.
"Salah satu yang bisa dilakukan adalah melakukan reformasi terhadap subsidi energi. Saat ini subsidi energi diberi porsi 15 persen di APBN. Reformasinya itu subsidi harus dibuat lebih terarah dan mengenai sasaran," imbuhnya.
3. Kemenkeu langsung ada di bawah presiden jadi tanda program makan bergizi jadi prioritas
Sementara, peneliti CSIS bidang ekonomi, Adinova Fauri menilai keputusan Prabowo untuk menarik Kementerian Keuangan langsung berada di bawahnya menjadi tanda bahwa mantan jenderal TNI itu akan memprioritaskan realisasi dari program unggulannya. Salah satunya adalah makan bergizi gratis.
Padahal, sudah ada beberapa menteri yang mengeluhkan minimnya anggaran bagi kementerian mereka. "Ini bisa diartikan bahwa program-program Prabowo yang sudah jadi prioritas saat kampanye akan dapat digenjot lebih baik. Sebab, Kemenkeu ada di bawah Prabowo secara langsung," ujar Adinova ketika dihubungi pada hari ini.
Dengan demikian, ini sekaligus menjadi sinyal bahwa disiplin fiskal bakal lebih terjaga. Sebab, agenda lain di luar agenda besar Prabowo tidak akan diprioritaskan untuk mendapat anggaran.