Pakar: Kabinet Gemuk Prabowo Akan Bikin Biaya Birokrasi Meningkat

- Prabowo-Gibran cabinet's predicted to have 46 ministers, higher than US & China.
- Prabowo argues the need for many ministers due to Indonesia's size and complexity.
- Reform era average of 34 ministers could be exceeded with new amendment law.
Jakarta, IDN Times - Pakar kebijakan publik dari Paramadina Public Policy Institute, Wijayanto Samirin menyoroti jumlah menteri di kabinet Prabowo-Gibran yang bakal bertambah gemuk. Meski belum ada informasi resmi yang menyebut jumlah menteri di era Prabowo-Gibran, namun diprediksi angka kementerian mencapai 46. Padahal, menurut Wijayanto, jumlah menteri menggambarkan efektivitas pemerintahan.
"Jumlah menteri yang sedikit merupakan indikasi awal hadirnya pemerintahan yang kuat dan efektif," ujar Wijayanto kepada IDN Times melalui pesan pendek pada Sabtu (19/10/2024).
Apalagi penambahan jumlah menteri itu terjadi ketika anggaran Indonesia untuk 2025 tengah cekak. Belum lagi jumlah utang yang membumbung tinggi yang merupakan warisan dari pemerintahan Joko "Jokowi" Widodo dan Ma'ruf Amin. Penambahan jumlah kementerian merupakan konsekuensi dari pemecahan sejumlah instansi.
"Penambahan menteri pasti akan membuat biaya birokrasi kementerian meningkat. Risiko terbesar adalah semakin sulitnya koordinasi dan tumpang tindih program," katanya.
Selain itu, berbagai kementerian baru juga membutuhkan waktu untuk melakukan konsolidasi internal lebih dulu. Mereka tidak bisa langsung bekerja.
"Akibatnya kinerja di masa-masa awal kabinet bisa terganggu," imbuhnya.
1. Jumlah menteri Indonesia diproyeksi lebih banyak dari China dan AS

Bila diperhatikan seksama, maka jumlah menteri yang akan dimiliki di era kabinet Prabowo-Gibran diduga akan lebih besar dibandingkan negara-negara maju lainnya seperti Amerika Serikat (AS) dan China. Dari data yang diolah oleh Wijayanto, Negeri Paman Sam hanya memiliki 14 menteri.
Padahal, luas daratan AS lebih besar dibandingkan Indonesia. Belum lagi kepentingan Negeri Paman Sam terhadap negara lain juga besar.
Sedangkan, Negara Tirai Bambu hanya memiliki 24 menteri. Padahal, luas wilayah dan jumlah penduduk jauh lebih besar dibandingkan Indonesia. India pun hanya memiliki 31 menteri.
Prabowo beralasan butuh menteri dalam jumlah besar lantaran Indonesia merupakan negara besar. Sehingga, dibutuhkan SDM yang banyak untuk membangun Tanah Air.
Menurut Wijayanto, permasalahan di Tanah Air tetap bisa dituntaskan dengan jumlah menteri yang lebih sedikit. Caranya, menggunakan pendekatan teknologi.
"Saya rasa Pak Prabowo ingin merangkul sebanyak mungkin pihak untuk konsolidasi politik. Ini manfaat terbesar dari kabinet gemuk saat ini," katanya.
"Lagipula, faktanya banyak negara dengan penduduk lebih besar, area lebih luas dan permasalahan yang lebih kompleks tetapi justru memiliki menteri lebih sedikit. Seperti di AS, China dan India," imbuhnya.
2. Prabowo perlu telusuri rekam jejak calon-calon menteri di kabinetnya

Sementara, rekam jejak tokoh publik dan pejabat yang dipanggil oleh Prabowo ke kediamannya di Jalan Kertanegara dan Hambalang, tak semuanya memiliki rekam jejak yang bersih dari dugaan pelanggaran hukum. Sebagai contoh, Airlangga Hartarto pernah diperiksa selama 12 jam oleh Kejaksaan Agung pada 2023 lalu. Ia diduga terkait dengan dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah atau bahan baku minyak goreng.
Wijayanto pun tak menampik integritas dari para calon menteri dan calon wakil menteri sangat penting bagi Prabowo. Supaya, mantan jenderal di TNI itu bisa bekerja secara maksimal dan menyejahterakan rakyat.
"Saya sangat berharap Pak Prabowo bisa bertindak tegas kepada anggota kabinet yang tersangkut kasus hukum. Bila tidak, risikonya kita akan banyak buang waktu dan kesempatan dalam 5-10 tahun ke depan. Indonesia emas tetap jadi angan-angan permanen," katanya.
Ia menambahkan periode 5 hingga 10 tahun ke depan menjadi momen yang krusial. Sebab, usai periode itu lewat, bonus demografi berakhir.
"Kita sebenarya bisa memprediksi dengan cukup akurat 5-10 tahun ke depan, apakah Indonesia akan mengalami fenomena middle income trap atau tidak," tutur dia.
3. Rata-rata jumlah menteri di era Reformasi 34 orang

Sementara, berdasarkan data yang diolah oleh Wijayanto, selama era reformasi, total jumlah menteri yang ditunjuk untuk membantu presiden rata-rata 34 orang. Hal itu sudah berlangsung selama 25 tahun terakhir.
Sedangkan, di era baru yang berlangsung selama 32 tahun, rata-rata jumlah menteri yang ditunjuk oleh Soeharto mencapai 35 orang. Tetapi, di era reformasi, jumlah menteri bisa dibatasi lantaran menjalankan amanah Undang-Undang Kementerian Negara. Di dalam UU Kementerian Negara yang lama, jumlah maksimal menteri mencapai 34.
Namun, pada 19 September 2024 lalu, DPR mengesahkan amandemen RUU Kementerian Negara menjadi undang-undang. Lalu, Presiden Joko "Jokowi" Widodo meneken UU Kementerian Negara yang sudah diamandemen pada 17 Oktober 2024 lalu. Di dalam UU Kementerian Negara baru, jumlah menteri yang dibutuhkan menjadi kewenangan presiden sepenuhnya.
Berikut jumlah menteri kabinet sepanjang orde reformasi:
- 1999 (BJ Habibie): 37 menteri
- 1999-2001 (Gus Dur): 36 menteri
- 2001-2004 (Megawati Soekarnoputri): 33 menteri
- 2004-2009 (Susilo Bambang Yudhoyono): 34 menteri
- 2009-2014 (Susilo Bambang Yudhoyono): 34 menteri
- 2014-2019 (Joko Widodo): 34 menteri
- 2019-2024 (Joko Widodo): 34 menteri