ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak
Partai politik memang tak terlalu populer di kalangan anak muda karena sejumlah alasan. "Anak muda sendiri melihat partai memang jenjang karirnya gak jelas. Terus dia harus punya patron di elitnya untuk menempati posisi-posisi strategis kayak ketua, sekjen dan segala macam," jelas Mahardika. Ini yang menyebabkan banyak sekali anak muda urung menjadi anggota partai.
Hanya saja, Arifin berpendapat lain yang menurutnya berdasarkan pengalamannya sendiri. "Aku gak lahir dari keluarga yang punya basis politik. Artinya gak punya akses terhadap [partai] politik. Tetapi gimana bisa gitu di Trenggalek itu partai besar salah satunya PDI Perjuangan. Sedangkan waktu itu di PDI Perjuangan sudah ada ketua DPP yang mendeklarasikan diri."
Ia mengembalikan lagi kepada kerja sosial yang sudah dilakukannya sebelum memutuskan masuk ke politik sebagai peserta Pilkada. Namun, jalannya itu pun dimudahkan sebab Arifin sudah punya cukup modal finansial untuk turun ke masyarakat dan menjadi dikenal.
"Ya, karena aku berangkat salah satunya dulu punya usaha jadi sebagian keuntungan aku sisihkan untuk corporate social responsibility kita," tambahnya. Arifin pun tak menampik bahwa sosok Emil dan istrinya yang merupakan seorang pesinetron, Arumi Bachsin, menjadi faktor yang turut membuat masyarakat mengenal mereka.
"Jadi persona yang dihadirkan oleh mas Emil itu pintar, dia profesional, punya pengalaman di BUMN. Whole package itu kan sudah bisa menggetarkan semua orang. Kemudian dilihat siapa partner hidupnya. Arumi Bachsin. Orang melihat siapa sih Arumi Bachsin. Itu juga pengaruh." Mahardika pun skeptis bahwa partai peduli untuk merangkul anak muda.
Menurutnya, faktor seberapa besar seseorang terkenal di mata masyarakat masih menjadi nomor satu. "Partai itu tidak melihat apakah dia perempuan atau laki-laki. Partai tidak melihat muda atau dewasa. Kalau punya elektabilitas tinggi partai dengan mudah memberikan dukungan kepada si anak muda itu."