Banyak kasus korupsi yang berakhir dengan hukuman ringan. Tren ini terus berlangsung selama lima tahun terakhir. Artinya adalah korupsi terus terjadi namun penindakan hukum belum maksimal sesampainya di pengadilan.
Dilansir BBC.com, Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat di tiga lembaga peradilan yaitu Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Mahkamah Agung (MA) dan Pengadilan Tinggi (PT) memperlihatkan hal tersebut. Mereka mengungkapkan adanya 384 vonis kasus korupsi selama semester pertama tahun 2016. Dari jumlah itu, 71,6 persen atau 275 terdakwa kasus korupsi divonis relatif ringan dengan kisaran hukuman hanya satu hingga empat tahun penjara saja.
Sisanya yang lain sebanyak 46 divonis bebas, 37 terdakwa divonis sedang, 19 terdakwa tidak bisa diidentifikasi arah penanganannya, dan 7 terdakwa divonis berat. Para pegiat antikorupsi tersebut menengarai vonis ringan muncul karena sejumlah pasal yang tidak digunakan hakim. Misalnya pasal 2 dan 3 UU Tindak Pidana Korupsi acapkali tidak digunakan hakim untuk memutus suatu perkara korupsi.
Dikhawatirkan pula ke depannya nanti vonis ringan tersebut tidak menimbulkan efek jera. Malah, bisa saja di kemudian hari, bekas narapidana koruptor bakal mengulangi tindakan kriminalnya lagi.