Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Times/ACT

Jakarta, IDN Times - Majelis Ulama Indonesia (MUI) belakangan ikut disorot perihal aksi kerjasamanya dengan lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT). Ini terkait anjuran MUI yang pada 2021 lalu meminta publik untuk mempercayai memberi sedekah lewat ACT untuk selanjutnya dikelola.

ACT sendiri kini ramai disorot usai mencuatnya laporan Majalah Tempo atas dugaan penyelewengan dana sumbangan dari masyarakat.

Pada 2021 lalu, MUI dan ACT rupanya berkolaborasi melalui program Gerakan Nasional Sejahterakan Dai Indonesia dalam hal pengumpulan dana. Ini merupakan gerakan nasional yang dananya akan disalurkan kepada para dai atau ulama di sejumlah daerah.

Dalam data di situs resmi ACT, disebutkan ada 14.000 penerima manfaat dari program yang digalakkan secara nasional ini. Adapun bantuan diberikan, karena sejumlah dai atau ulama dinilai layak mendapat bantuan sebagai imbas dari COVID-19.

Eks Presiden ACT, Ahyudin, ketika itu mengatakan, ulama adalah orang yang harus dimuliakan.

Adapun bantuan dan beberapa prorgam yang sudah berjalan sejak 15 September 2021 itu, berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan para dai, mulai dari makanan, kendaraan, perlengkapan mengajar, pengembangan kapasitas, sampai renovasi tempat tinggal.

Ahyudin juga bilang, pihaknya terus memperhatikan upaya pemberian bahan makanan untuk para dai berupa beras dan sembako. Hal ini agar para dai tak berhenti berdakwah.

”Kami berikhtiar dalam membantu kebutuhan-kebutuhan untuk kendaraan, sebab masih banyak para dai yang membutuhkan kendaraan untuk berdakwah, terutama dai yang berada di pedalaman,” ujar Ahyudin, seperti dikutip IDN Times dari laman resmi MUI.

1. Bantuan untuk dai dari ACT didukung penuh MUI

Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH M Cholil Nafis (mui.or.id)

Program tersebut kemudian didukung penuh MUI. Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Muhammad Cholil Nafis, mengaku seirama dengan ACT. Di mana, keadaan pandemi COVID dikhawatirkan membuat banyak dai yang mengalami krisis ekonomi. 

Apalagi, kata Cholil, para dai tak pernah memberi tarif saat mengisi sebuah acara keagamaan. Mereka juga disebut tak pernah meminta kebutuhannya terpenuhi karena mereka memiliki harga diri.

Cholil ketika itu berujar, masyarakat seharusnya memperhatikan kebutuhan para dai, agar tak berhenti untuk memberi dakwah pada masyarakat.

“Hal seperti ini sering kali dilakukan teman-teman saya yang dai agama, kemudian memiliki keahlian dalam bidang membaca Alquran, mereka memilih untuk berhenti berdakwah, sebab mereka mengalami kesulitan dalam hal ekonomi. Dan hal ini sekaligus menjadi dakwah bilhal, dalam artian secara nyata kami membantu dai agar terus berdakwah,” ujar Cholil.

Dari sana, MUI lalu mengajak kepada masyarakat atau lembaga lainnya agar bisa membantu program pengumpulan dana tersebut dengan berinfak atau memberi sedekah yang nantinya akan dikelola lembaga ACT dengan bekerjasama melalui majelis taklim, masjid, dan pondok pesantren.

Menurut Cholil, ACT adalah lembaga yang bisa dipercaya, dan memiliki jaringan luas yang bisa dimaksimalkan untuk membantu kalangan ulama.

“Maka dari itu, ACT juga memiliki kriteria dai yang harus dibantu seperti apa. Kriteria dai yang harus dibantu adalah fakir dan miskin, terlebih lagi harus seorang dai. Tak terlepas dari itu saja, bahkan guru ngaji dan imam-imam salat rawatib yang kesulitan dalam ekonominya harus dibantu,” kata dia.

2. Mengintip bantuan ACT yang diberikan ke para dai

Editorial Team

Tonton lebih seru di