Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
986EB769-146D-43D2-B8E9-3CDC6FFC02A2.jpeg
Mantan Ketua KPK Abraham Samad di Polda Metro, Rabu (13/8/2025). (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Intinya sih...

  • Abraham Samad siap melawan jika ditetapkan tersangka

  • Laporan Jokowi dianggap sebagai pembungkaman kebebasan berpendapat

  • Laporan Jokowi naik ke tahap penyidikan oleh Polda Metro Jaya

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times – Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad memenuhi panggilan Polda Metro Jaya sebagai saksi terlapor kasus tudingan ijazah palsu Presiden Joko “Jokowi” Widodo.

Tak sendiri, ia dikawal pengacara senior Todung Mulya Lubis, eks Ketua KPK Thony Saut Situmorang, eks Sekretaris BUMN Said Didu, Ketua IM57+ Institue Lakso Anindito, LBH-AP Muhammadiyah Gufroni dn Syafrin dan Ketua Divisi Hukum KontraS Andrie Yunus.

Selain ditemani tokoh dan aktivis, Abraham Samad juga dikawal belasan emak-emak pendukungnya. Mereka membawa poster dan sesekali menyuarakan yel-yel.

Di luar gedung Polda Metro Jaya, ada pula massa berdemo menolak kriminalisasi terhadap Samad.

"Hari ini saya mendapat surat untuk memenuhi panggilan sebagai saksi, panggilan pertama dan sebagai warga negara panggilan pertama ini, saya datang," kata dia di Polda Metro Jaya, Rabu (13/8/2025) siang.

1. Abraham Samad bakal melawan jika ditetapkan tersangka

Abraham Samad dikawal sejumlah tokoh dan aktivis di Polda Metro. (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Dalam kesempatan itu, Abraham Samad menegaskan siap melawan jika aparat hukum menetapkannya sebagai tersangka dalam kasus yang sudah naik ke tahap penyidikan ini.

"Oleh karena itu, kalau misalnya saja aparat hukum ini membadi buta, ya membadi buta menangani kasus pidana ini, maka saya pasti akan melawannya sampai kapanpun juga," kata dia.

2. Abraham menilai laporan Jokowi bentuk pembungkaman

Jokowi usai hadir di Gedung Bareskrim Polri pada Selasa (20/5/2025). (IDN Times/Lia Hutasoit)

Abraham menilai, kasus yang menjeratnya bukan sekadar persoalan pribadi, melainkan ancaman serius terhadap kebebasan berpendapat dan ruang demokrasi di Indonesia.

“Karena menurut saya, ini bukan tentang saya, tapi tentang nasib seluruh rakyat Indonesia," ujarnya.

Menurutnya, rakyat Indonesia mendambakan kebebasan berpendapat dan berekspresi yang dijamin konstitusi. Abraham khawatir, jika kasus seperti ini dibiarkan, ruang demokrasi akan semakin menyempit.

"Alasan saya bahwa ini adalah sebuah pembukaan terhadap kebebasan berpendapat, kebebasan pers, dan mempersempit ruang demokrasi," kata Samad.

3. Laporan Jokowi naik penyidikan

Presiden ke-7 RI Jokowi. (IDN Times/Larasati Rey)

Sebelumnya, Polda Metro Jaya meningkatkan status kasus tudingan ijazah palsu ke tahap penyidikan usai gelar perkara oleh penyidik Subdit Keamanan Negara Direktorat Reserse Kriminal Umum pada Kamis (10/7).

Subdit Keamanan Negara Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya saat ini tengah menangani enam laporan polisi, termasuk laporan yang dibuat Jokowi. Laporan itu terkait pencemaran nama baik dan atau fitnah.

Sementara itu, lima laporan polisi lainnya adalah hasil pelimpahan perkara dari polres ke Polda Metro Jaya.

“Lima laporan terbagi dua. Yang tiga LP sudah ditemukan dugaan peristiwa pidana sehingga naik ke tahap penyidikan. Dan dua laporan lainnya sudah dicabut dan pelapor tidak memenuhi undangan klarifikasi,” ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary.

Meski begitu, Subdit Keamanan Negara Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya tetap akan menentukan kepastian hukum terhadap dua laporan terkait kasus penghasutan.

Dalam kronologi yang disampaikan Jokowi saat membuat laporan, terdapat lima nama. Mereka adalah Roy Suryo Notodiprojo, Rismon Hasiholan Sianipar, Eggi Sudjana, Tifauzia Tyassuma, dan Kurnia Tri Royani.

Setelah naik status penyidikan, para terlapor dalam perkara ini adalah Eggi Sudjana, Rizal Fadillah, Kurnia Tri Royani, Rustam Effendi, Damai Hari Lubis, Roy Suryo, Rismon Sianipar, Tifauzia Tyassuma, Abraham Samad, Mikhael Sinaga, Nurdian Susilo, dan Aldo Husein.

Dalam kasus ini, Jokowi menjerat dengan Pasal 310 KUHP dan/atau Pasal 311 KUHP, serta Pasal 35 juncto Pasal 51 ayat (1), Pasal 32 ayat (1) juncto Pasal 48 ayat (1), dan/atau Pasal 27A juncto Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Editorial Team