Jakarta, IDN Times - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kebebasan Berekspresi mengecam disepakatinya Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) oleh pemerintah dan Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR) di pembahasan tingkat 1 pada 24 November 2022.
"Kami memandang, proses perumusan RKUHP tidak memenuhi aspek-aspek partisipasi bermakna dan belum memenuhi standar-standar hak asasi manusia (HAM)," tulis Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kebebasan Berekspresi, dalam keterangannya yang diterima IDN Times, Jumat (26/11/2022).
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kebebasan Berekspresi terdiri dari Amnesty International Indonesia, Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA), Lembaga Bantuan Hukum Pers (LBH Pers), Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), Sindikasi, dan Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).
Mereka mengungkapkan, pemerintah dan DPR dinilai gagal menjalankan kewajiban untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak setiap orang untuk terlibat dalam urusan-urusan publik.
"Hal ini terlihat, salah satunya, saat Pimpinan Komisi III DPR Bambang ‘Pacul’ Wuryanto menyatakan bahwa perwakilan masyarakat sipil yang hadir dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) 14 November 2022, tidak memiliki hak untuk menuntut anggota DPR RI untuk menjelaskan mengapa aspirasi masyarakat tidak diakomodasi," tulis Koalisi.