Ilustrasi gedung DPR di Senayan. (IDN Times/Kevin Handoko)
Selain itu, dia juga menyinggung amnesti untuk kasus makar. Dia pun mendorong agar pemerintah menjelaskan secara spesifik siapa penerima amnestinya, terutama dalam kasus makar bersenjata dan tidak bersenjata.
"Soal makar ini, spesifiknya seperti apa? Misalnya yang bersenjata seperti yang diminta teman-teman dari Papua. Kan ada yang bersenjata tidak diberi, yang diberi amnesti yang tidak bersenjata. Itu bagaimana sih verifikasinya?" tutur dia.
Mafirion lantas mengingatkan bahwa UU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru juga masih mengatur mengenai makar.
Karena itu, dia menekankan, bila aturan ini tak dievaluasi, maka kasus serupa akan terus berulang dan kembali berujung pada pemberian amnesti.
“Kan masih ada mengatur soal makar. Nanti jangan tangkap lagi, nanti kita amnesti lagi. Amnesti itu kan memang putusan politik yang diminta persetujuan kepada DPR,” ungkap dia.
Namun, dia menekankan meskipun pemberian amnesti ini bersifat politikz maka jangan sampai setiap tahunnya membuat keputusan yang sama.
“Tetapi walaupun dia putusan politik, kan tidak mungkin setiap tahun kita membuat putusan politik yang memang UU mengatur orang itu,” kata dia.