Jemaah haji kloter 95 yang tiba di Bandara Adi Soemarmo, Solo. (Dok/PT Angkasa Pura)
Ia pun menegaskan perlunya sistem pengawasan berlapis untuk memastikan setiap rupiah dari dana haji benar-benar digunakan sesuai peruntukan. Dalam pandangannya, revisi UU ini harus menghadirkan regulasi yang menutup peluang kebocoran dan memastikan keadilan dalam pengelolaan.
“Mudah-mudahan undang-undang baru nanti bisa jadi payung hukum yang kuat agar tidak ada lagi penyimpangan. Karena uang haji ini sangat besar dan selalu menjadi sumber kepentingan banyak pihak,” ujarnya.
Habib Syarief juga menyinggung berbagai ekses negatif dalam pelaksanaan haji selama beberapa tahun terakhir, termasuk kasus yang melibatkan pejabat Kementerian Agama. Menurutnya, hal tersebut terjadi karena belum sempurnanya kerangka hukum dan tata kelola keuangan haji.
“Setiap kali musim haji, selalu ada ekses. Mulai dari distribusi, pengawasan, sampai dugaan penyimpangan. Semua ini akibat kelemahan sistem,” katanya.
Dengan revisi undang-undang, ia berharap pengelolaan keuangan haji ke depan tidak hanya transparan dan efisien, tetapi juga berlandaskan nilai moral dan keadilan.
“Kita ingin uang jamaah benar-benar kembali untuk jamaah, tidak bocor ke mana-mana, dan digunakan dengan niat ibadah. Karena ini bukan sekadar angka dalam laporan keuangan, tapi amanah yang harus dijaga hingga ke pertanggungjawaban di hadapan Tuhan,” imbuh dia.