Jakarta, IDN Times - DPR RI resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyesuaian Pidana sebagai undang-undang (UU) dalam rapat paripurna, Senin (8/12/2025). UU Penyesuaian Pidana sekaligus melengkapi UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP yang berlaku 2 Januari 2026.
Rapat paripurna digelar di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Rapat dipimpin langsung Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad.
Mulanya, Ketua Panitia Kerja sekaligus Wakil Ketua Komisi III DPR, Dede Indra Permana Soediro, menyampaikan laporannya. Ia mengatakan seluruh fraksi partai politik di parlemen menyetujui RUU Penyesuaian Pidana dapat disahkan menjadi UU pada pembicaraan tingkat II.
Dede menjelaskan, terdapat lima poin penting alasan RUU Penyesuaian Pidana disahkan menjadi UU. Salah satunya, adanya penghapusan pidana kurungan sebagai pidana pokok dalam KUHP nasional, sehingga seluruh pidana kurungan dalam berbagai undang-undang dan perda harus dikonversi.
"Dalam rapat kerja tingkat 1 seluruh fraksi menyampaikan pandangan dan menyetujui RUU Penyesuaian Pidana untuk dilanjutkan ke pembicaraan tingkat II," kata Dede dalam laporannya.
Selanjutnya, Dasco meminta persetujuan peserta rapat, apakah RUU ini dapat disahkan menjadi UU dalam rapat paripurna hari ini.
"Tibalah saatnya kami meminta persetujuan fraksi-fraksi terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Penyesuaian Pidana, apakah dapat disetujui dan disahkan menjadi undang-undang?" tanya Dasco, yang disetujui seluruh peserta rapat.
Adapun pertimbangan utama penyusunan RUU Penyesuaian Pidana ini adalah:
1. Kebutuhan harmonisasi hukum pidana agar konsisten, adaptif, dan responsif terhadap perkembangan sosial serta menghindari disharmoni pengaturan pidana lintas undang-undang dan peraturan daerah.
2. Mandat Pasal 613 UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP yang mewajibkan penyesuaian seluruh ketentuan pidana di luar KUHP dengan sistem kategori pidana denda baru.
3. Penghapusan pidana kurungan sebagai pidana pokok dalam KUHP nasional, sehingga seluruh pidana kurungan dalam berbagai undang-undang dan perda harus dikonversi.
4. Penyempurnaan beberapa ketentuan KUHP nasional akibat kesalahan redaksi kebutuhan penjelasan, dan penyelesaian terhadap pola perumusan baru yang tidak lagi menggunakan minimum khusus dan pemidanaan kumulatif.
5. Urgensi penyesuaian berlakunya KUHP nasional pada 2 Januari 2026 untuk mencegah ketidakpastian hukum, tumpang tindih aturan, dan disparitas pidana.
