ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Sementara, Fahri Hamzah saat dikonfirmasi hal ini membenarkan, dia memiliki perusahaan baru yang bergerak di bidang ekspor benih lobster, PT Nusantara Tenggara Budidaya. Perusahaan ini berdiri pada 2 Mei 2020, atau dua hari sebelum kebijakan ekspor benih lobster dibuka.
"Saya pensiunan yang mencoba nasib di bisnis lobster," ucap Fahri dalam acara Mata Najwa, Rabu (25/11/2020) malam.
"Tapi diurusnya sudah lama, karena kita tahu ini kebijakan akan keluar, kan ini public policy. Open, harus terbuka," kata dia.
Fahri mengakui perusahaannya dibuat karena bakal ada keputusan dari pemerintah yang akan membuka keran ekspor benih lobster. "Memang secara hubungan antar negara dan pasar begitu, pasar melihat apa sikap negara, pasar antisipasi," ujar dia.
Kendati, menurut Fahri, ada syarat yang harus dipenuhi untuk membangun perusahaan ekspor benih lobster. Persyaratan tersebut juga cukup memberatkan.
"Memang berat, ada 30 ceklis yang dinilai pemerintah dari administrasi sebelum kita mengajukan izin, kita harus punya nelayan binaan yang dikategorikan dalam dua. Jenis tangkap dan budi daya, itu dua jenis pekerjaan yang sangat tidak mudah sebenarnya," kata dia.
Selain itu, kata Fahri, harus ada tanda tangan kerja sama dengan nelayan binaan di peraturan pemerintah mengisyaratkan pemilik perusahaan membeli di atas 5.000 benih, terutama untuk benih pasir.
"Untuk melindungi nelayan mendapat harga yang baik. Sepengalaman saya turun ke lapangan, nelayan senang dengan kebijakan ini karena ini langsung memberi mereka kehidupan," ujar Fahri.
Sementara, saat dikonfirmasi ke Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Rahayu Saraswati Djojohadikusumo perihal kepemilikan perusahaan ekspor benih lobster oleh sederet politikus Gerindra, dia belum juga merespons sejak Rabu saing hingga berita ini dipublikasikan.
Sedangkan, Wakil Ketua Umum bidang Organisasi, Kaderisasi, Keanggotaan, dan Pemenangan Pemilu DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, pihaknya sudah melapor kepada Ketua Umum DPP Partai Gerindra Prabowo Subianto soal Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo ditangkap KPK.
Dasco mengatakan Prabowo mengarahkan agar jajaran Partai Gerindra dapat menunggu perkembangan lebih lanjut dari KPK terkait Edhy Prabowo, yang juga merupakan Wakil Ketua Umum bidang Ekonomi dan Lingkungan Hidup DPP Partai Gerindra tersebut.
"Ya, kami sudah melaporkan kepada Ketua Umum kami dan arahan dari Ketua Umum untuk menunggu perkembangan lebih lanjut informasi dari KPK," ujar Dasco kepada wartawan di Jakarta, dilansir ANTARA, Rabu.
Dasco menjelaskan dirinya langsung melaporkan perkembangan situasi tersebut setelah mendapat kabar dari media massa bahwa Menteri KKP ditangkap KPK. Ia mengaku belum bisa berkomentar lebih jauh terkait kasus tersebut, karena belum mendapat informasi yang valid secara langsung dari yang bersangkutan.
"Kami masih menunggu informasi yang valid dari KPK tentang itu, dan kami mohon rekan-rekan media bersabar untuk menunggu perkembangan lebih lanjut," kata Dasco.
Dasco juga menyampaikan bahwa terakhir bertemu Edhy Prabowo sekitar 12 hari yang lalu, sebelum sang menteri bertolak ke Amerika Serikat dalam rangka kunjungan kerjanya. Saat itu, kata dia, Edhy hanya berpamitan sebelum berangkat ke luar negeri.
"Dua minggu atau dua belas hari yang lalu ya, enggak (bilang apa-apa), cuma bilang pamit saja mau ke Amerika," kata dia.
Wakil Ketua DPR RI Koordinator bidang Ekonomi dan Keuangan itu pun enggan menduga-duga kasus apa yang menjerat Edhy sebelum mendapat penjelasan resmi dari KPK.
"Kami belum bisa memberikan tanggapan, belum bisa menduga-duga sebelum mendapat keterangan resmi dari KPK, demikian," tandas Dasco.