Ilustrasi Bandara Soekarno-Hatta (Soetta) (Dok. Angkasa Pura II)
Pandu mengatakan adanya pelonggaran dalam syarat perjalanan bagi para pelaku perjalanan saat ini belum tentu akan memicu terjadinya lonjakan kasus COVID-19 di masyarakat.
“Apakah akan meningkatkan lonjakan? Itu belum tentu. Karena sebagian, itu hanya persyaratan yang bisa dilakukan kalau sudah imun,” kata Pandu dalam webinar polemik MNC Trijaya "Bersiap Hidup di Era Endemik" yang diikuti di Jakarta, Sabtu.
Pandu menuturkan segala bentuk pelonggaran pada syarat bagi para pelaku perjalanan, masih merupakan uji coba dan pemerintah sudah melakukan kalkulasi risiko dengan cermat, sesuai dengan kondisi pandemi di Indonesia.
Selain itu, pelonggaran tersebut dapat diterapkan karena karena imunitas pada masyarakat sudah mulai terbentuk. Apalagi dengan adanya pemberian vaksinasi booster yang sedang digencarkan saat ini.
Walaupun demikian, adanya penghapusan syarat untuk melakukan tes rapid antigen dan PCR baik pada transportasi udara, laut juga darat pada para pelaku perjalanan, diberlakukan untuk masyarakat yang sudah melakukan vaksinasi COVID-19 sebanyak dua kali.
Menurut Pandu, aturan itu ke depannya dapat ditingkatkan agar pelonggaran hanya dapat dinikmati masyarakat yang sudah melakukan vaksinasi penguat. Hal itu dimaksudkan untuk memotivasi penduduk Indonesia supaya melakukan vaksinasi.
Sebab, kata Pandu, ketahanan menghadapi COVID-19 yang efektif diterapkan dalam masyarakat Indonesia hanya melalui pemakaian masker dan melakukan vaksinasi. Sehingga pemerintah harus berupaya lebih, agar cakupan vaksinasi semua dosis dapat menyentuh 100 persen dari total penduduk Indonesia.
Bila menerapkan jaga jarak, menurut Pandu, hal tersebut akan sulit karena dapat menyebabkan tumpukan warga, seperti pada penggunaan transportasi publik.
“Itu adalah alat untuk memotivasi penduduk supaya mau disuntik vaksin penguat. Penduduk Indonesia kalau dipaksa, diwajibkan, mereka suka melawan, suka menghindar. Disiplin kita lemah sekali,” ucap dia.