Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Luhut Pastikan Indonesia Tak Buru-Buru Masuk ke Fase Endemik COVID-19

ilustrasi varian baru COVID-19, Omicron (IDN Times/Aditya Pratama)

Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Luhut Pandjaitan mengatakan, pemerintah tidak ingin terburu-buru menyatakan Indonesia sudah memasuki fase endemik COVID-19. Persepsi itu terbentuk di benak publik lantaran pemerintah sudah melonggarkan sejumlah pembatasan, mulai dari penghapusan kewajiban tes COVID-19 untuk perjalanan domestik, hingga peniadaan karantina bagi turis asing yang masuk ke Pulau Bali. 

"Kita enggak mau buru-buru (masuk ke fase endemik), masih dibutuhkan studi yang lebih mendalam, tapi sekarang ini kan situasinya sudah seperti endemik juga," kata Luhut ketika berbicara di program siniar Deddy Corbuzier dan tayang di YouTube pada Jumat, 11 Maret 2022. 

Ia menambahkan, meski kewajiban tes COVID-19 sudah dihapus, pemerintah tetap akan memperhatikan trend kasus virus corona. Bila kembali melonjak, maka bisa saja kebijakan untuk wajib tes COVID-19 diberlakukan lagi. 

Luhut memahami seandainya nanti kebijakan diubah kembali, ia akan kembali diprotes oleh publik. Namun, menurutnya kebijakan yang kerap berubah terpaksa ditempuh lantaran karakteristik COVID-19 yang juga berubah. Selain itu, masih banyak hal yang belum diketahui oleh para ahli mengenai karakteristik penyakit yang dipicu oleh virus Sars-CoV-2 itu.

"Kan penyakitnya juga gak konsisten dan kita harus menyesuaikan diri," ujar pria yang menjabat sebagai Koordinator PPKM di wilayah Jawa-Bali itu. 

Ia menjelaskan jika saat ini warga yang terinfeksi COVID-19 varian Omicron, mayoritas hanya terpapar gejala ringan dan cepat pulih. Namun, hal itu dinilai Luhut tidak cukup untuk dijadikan parameter bahwa Indonesia sudah bisa menyongsong fase endemik COVID-19. 

Apa saja indikator agar Indonesia bisa masuk ke fase endemik? Apakah indikator itu berhasil dicapai oleh pemerintah?

1. Transisi menuju ke endemik ditandai dengan rasio kematian kurang dari 3 persen

Ilustrasi pemakaman. (ANTARA FOTO/FB Anggoro)

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi mengatakan, saat ini Indonesia masih jauh dari jalan menuju ke endemik.

"Belum [berubah statusnya menjadi endemik]," ujar Nadia kepada IDN Times melalui pesan pendek pada 1 Maret 2022 lalu. 

Ia menjelaskan, Kemenkes sedang menyusun peta jalan untuk memasuki praendemik dulu, kemudian baru memasuki fase endemik.

"Untuk mencapai ke tahap itu maka dibutuhkan dukungan dari seluruh masyarakat supaya kita segera mencapai fase itu. Jangan sampai kita setback lagi. Kami berharap masyarakat tidak mengabaikan protokol kesehatan dan mematuhi aturan pemerintah," bebernya. 

Nadia menjelaskan jika situasi saat ini belum dapat bergerak maju menuju transisi dari status pandemik menjadi endemik, yakini merupakan status penyebaran penyakit yang terkonsentrasi di suatu wilayah, seperti malaria. 

Perubahan status dari pandemik ke endemik pun dapat terjadi setelah angka penularan selalu rendah dalam waktu lama. Sementara, berdasarkan data dari Satgas Penanganan COVID0-19 per 28 Februari 2022, angka kasus harian masih mencapai 25.054.

Angkanya terlihat lebih rendah dibandingkan kasus harian pada 27 Februari 2022 yang mencapai 34.976. Namun, hal itu terjadi karena jumlah orang yang dites menjadi yang terendah sepanjang 2022. 

Indikator lainnya yakni rasio kematian, tingkat keterisian rumah sakit dan rasio positif yang rendah. Sementara, angka kematian harian per 28 Februari 2022 masih tergolong tinggi yakni 262 pasien. Sehari sebelumnya, angka kematian harian mencapai 229 pasien. 

"Indikator [menuju endemik] sedang disusun bersama para ahli epidemiologi. Salah satunya juga angka kematian harus kurang dari tiga persen. Sedangkan, saat ini statusnya masih naik, [penularan Omicron] masih tinggi dan kematian per hari masih mencapai 200 orang," ujar dia. 

2. Sebanyak 8.230 pasien meninggal selama gelombang Omicron di Indonesia

Ilustrasi proses pemakaman salah satu jenazah COVID-19. (IDN Times/Aldila Muharma dan Fiqih Damarjati)

Menurut data dari Kementerian Kesehatan, periode 21 Januari 2022 hingga 6 Maret 2022, tercatat ada 8.230 pasien COVID-19 yang meninggal selama gelombang Omicron melanda Indonesia. Bahkan, sebanyak tiga persen atau 265 pasien di antaranya baru berusia 0-5 tahun atau balita. 

"Bila dilihat dari rentang usia, ternyata tiga persen pasien ada di rentang umur 0-5 tahun. Kemudian, 82 persen pasien berada di atas usia 45 tahun," kata Koordinator Substansi Penyakit Infeksi Emerging Direktorat Surveilans dan Karantina Kesehatan Ditjen P2P Kementerian Kesehatan, Endang Budi Hastuti, ketika berbicara dalam webinar, Kamis, 10 Maret 2022. 

Ia juga menjelaskan dari data yang dimiliki Kemenkes, sebanyak 51 persen pasien yang meninggal itu mempunyai penyakit bawaan. Kemudian 56 persen di antara pasien yang meninggal juga lansia dan 70 persen di antaranya belum menerima vaksinasi dua dosis. 

"Ini membuktikan bahwa vaksinasi lengkap bisa mencegah keparahan (bila terkena COVID-19) dan meninggal," ujar Endang. 

Endang menambahkan, lansia yang terinfeksi COVID-19 memiliki risiko 3,5 kali lipat lebih besar meninggal dibandingkan yang terpapar dan bukan lansia.

"Risikonya lebih tinggi lagi pada lansia yang memang kebanyakan memiliki penyakit penyerta seperti diabetes melitus, gagal ginjal, dan hipertensi. Ini semakin menunjukkan pentingnya vaksinasi pada kelompok lansia dan yang memiliki komorbid," kata Endang lagi. 

3. Penularan COVID-19 di Indonesia masih tinggi meski kasus harian melandai

ilustrasi varian baru COVID-19, Omicron (IDN Times/Aditya Pratama)

Juru bicara pemerintah untuk penanganan COVID-19, dokter Reisa Broto Asmoro mengatakan, penambahan kasus positif virus corona dalam satu pekan terakhir memang mengalami penurunan. Angkanya turun 30,3 persen dibandingkan pekan sebelumnya. 

Sementara, jumlah kasus aktif COVID-19 juga mengalami penurunan 18,18 persen dibandingkan pekan sebelumnya. Lantaran kasus mulai melandai, pemerintah kini melonggarkan pembatasan pergerakan masyarakat. Bahkan, sudah bolak-balik menyatakan hendak menuju ke fase endemik. 

Padahal, menurut data yang dipegang Reisa, tingkat penularan COVID-19 (positivity rate) di Indonesia masih jauh dari kata terkendali. Bila idealnya tingkat penularan berada di bawah lima persen, kini positivity rate harian di Indonesia pada 10 Maret 2020 masih 15,47 persen. 

"Sedangkan, positivity rate pada pekan lalu mencapai 13,22 persen," ujar Reisa ketika memberikan keterangan pers yang ditayangkan kanal YouTube Sekretariat Presiden, Jumat, 11 Maret 2022. 

"Oleh karena itu, saya kembali tekankan bahwa kita harus menekan laju transmisi virus ini di masyarakat. Salah satunya dengan meningkatkan cakupan vaksinasi," lanjut dia lagi.

Berdasarkan data yang dimiliki Kementerian Kesehatan, total sasaran vaksinasi di Indonesia hingga kini baru mencapai 72,06 persen dari target sebanyak 208.265.720. 208 juta, yang notabene ditetapkan di awal pemberian vaksin COVID-19 untuk mencapai kekebalan komunal alias herd immunity. Namun, satu tahun berlalu, target tersebut belum tercapai. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
Ilyas Listianto Mujib
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Follow Us