Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi kekerasan (IDN Times/Nathan Manaloe)
ilustrasi kekerasan (IDN Times/Nathan Manaloe)

Jakarta, IDN Times - Kasus kekerasan dalam pacaran yang dialami AS, mahasiswi Universitas Pelita Harapan (UPH) terus bergulir. Kini, AS mengaku mendapatkan teror dari keluarga mantan pacar yang juga senior di kampusnya.

Teror tersebut dia alami usai kisahnya yang dia unggah di media sosial Twitter viral dan melapor ke pihak kepolisian.

"Keluarganya berusaha teror melalui telepon dengan nomor yang beda-beda," ujarnya saat dihubungi IDN Times, Senin (19/20/2023).

 

1. Keluarga korban tidak akan memaafkan pelaku

Ilustrasi kekerasan (IDN Times/Sukma Shakti)

AS mengatakan saat ceritanya viral di media sosial, pelaku yang juga mantan pacarnya itu telah kabur. Dia mengatakan keluarganya tahu dengan apa yang dialami dan tidak akan berdamai dengan pelaku.

"Keluarga ga akan pernah mau damai dan mediasi pun jangan harap ada," tegasnya.

 

2. Laporan terhambat saksi

Ilustrasi polisi (IDN Times/Vanny El Rahman)

Dia mengatakan kasus ini sudah dia laporkan ke kepolisian, namun sayangnya ia menemui hambatan.

"Sudah (lapor), cuma saksi ga merespons dan menghambat kasus ini karena mereka bertiga sahabat pelaku," terangnya.

3. UPH akan jatuhkan sanksi akademis

uph.edu/career-at-uph

Pihak kampus angkat bicara. Dalam keterangan tertulisnya, UPH mengatakan kasus tersebut terjadi di luar jam akademik dan merupakan masalahan hubungan antarpribadi. Meski demikian, UPH tidak memberi toleransi terhadap kekerasan yang terjadi.

"Terkait dengan peristiwa yang melibatkan mahasiswa kami, Tim Pemeriksa UPH telah melakukan penelusuran dan investigasi.  Peristiwa tersebut terjadi di luar jam akademik dan merupakan permasalahan hubungan antar pribadi. Dalam hal ini, UPH tidak memberikan toleransi atas tindakan kekerasan, baik secara verbal maupun nonverbal," tulis UPH dalam keterangannya, Senin (20/2/2023).

Kode Etik Mahasiswa UPH menyebutkan, semua orang yang melakukan pelanggaran akan dikenakan sanksi.

"Mahasiswa yang bersangkutan harus bertanggung jawab atas tindakannya dan menerima keputusan berupa sanksi akademis yang telah diambil oleh universitas," ujar UPH.

 

 

4. Korban pernah memaafkan pelaku

Ilustrasi kekerasan pada perempuan dan anak. (IDN Times/Nathan Manaloe)

Melalui media sosial Twitter, mahasiswi berinisial AS ini mengaku mendapatkan kekerasan fisik maupun verbal oleh mantannya yang berinisial BJ.

AS mengaku sudah mengalami perlakuan kasar sejak 2022. Di media sosial, dia mengunggah beberapa foto luka lebam hingga berdarah di tubuhnya.

"Penganiayaan yang aku alamin sebenernya sudah berlangsung lama, dari yang pertama kali itu di tanggal 7 juni 2022, hingga yang terakhir yang aku terima itu Sabtu lalu yaitu verbal abuse, sebenernya aku udah sempat melaporkan kejadian penganiayaan ini dari tanggal 22 Desember. #kekerasan," cuit AS di akunnya, dikutip IDN Times, Jumat (17/2/2023).

AS mengatakan meski dilaporkan ke pihak berwajib saat itu, namun akhirnya ia mencabut laporannya, karena pelaku meminta maaf dan berjanji tidak mengulangi perbuatannya.

"Bodohnya aku maafin dan tidak aku lanjutkan proses laporannya, karena aku berpikir bahwa dia 'akan berubah', ternyata itu kesalahan terbesar aku, terlalu naif memang," ujar dia.

 

Editorial Team